Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengumumkan revolusi kesehatan, termasuk perluasan rumah sakit daerah, namun diperkirakan akan bergantung pada Rusia karena keterbatasan sumber daya dalam negeri. 

Jeong Eun-mi, peneliti Institut Unifikasi, dalam laporan yang dirilisnya pada Kamis (20/02), menilai bahwa kapasitas layanan kesehatan Korea Utara tidak memadai untuk melaksanakan rencana modernisasi layanan kesehatan daerah yang diajukan oleh Kim Jong-un. 

Mengutip fakta bahwa Rumah Sakit Umum Pyongyang yang mulai dibangun pada Maret 2020 masih belum dibuka, sementara anggaran sektor kesehatan tahun ini hanya meningkat 5,6% dibandingkan tahun lalu, peneliti Jeong menilai Korea Utara akan kesulitan merealisasikan rencana tersebut tanpa bantuan eksternal.

Menurut peneliti Jeong, Korea Utara diperkirakan akan mengandalkan Perjanjian Kesehatan yang ditandatangani berdasarkan Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif dengan Rusia pada Juni tahun lalu. 

Perjanjian ini mencakup kerja sama dalam pencegahan penyakit menular, pendidikan dan pelatihan tenaga medis, serta regulasi distribusi obat-obatan dan peralatan medis. 

Selain itu, diperkirakan Korea Utara akan mengirimkan tenaga medis dalam jumlah besar ke Rusia untuk menjalani proses pelatihan dan pengingkatan keterampilan.

Rencana modernisasi layanan kesehatan Korea Utara berpotensi mempengaruhi kebijakan bantuan kemanusiaan internasional, sehingga pemerintah Korea Selatan disarankan untuk secara cermat memantau respons komunitas internasional dan mempertimbangkan langkah-langkah kerja sama serta dukungan guna meningkatkan hak asasi manusia warga Korea Utara.