Pemerintah Korea Selatan meminta pertanggungjawaban Jepang yang tidak patuh terhadap komitmennya terkait situs buruh paksa di Pulau Hashima dalam forum UNESCO.
Duta Besar Korea Selatan untuk UNESCO, Park Sang-mi, menyatakan penyesalannya karena isu terkait situs-situs industri era Meiji, termasuk Pulau Hashima, tidak dibahas dalam diskusi. Pernyataan tersebut disampaikan pada sesi ke-47 Komite Warisan Dunia UNESCO yang digelar di Paris, Prancis, pada Selasa (15/07).
Lebih lanjut, Duta Besar Park menyampaikan bahwa Komite Warisan Dunia telah empat kali mengeluarkan keputusan yang konsisten agar keseluruhan sejarah situs era industri Meiji dapat dipahami secara utuh. Namun, hampir satu dekade berlalu, pelaksanaannya dinilai masih belum memadai.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan Jepang menyatakan bahwa sikap Jepang terkait isu ini tetap sama, tanpa memberikan pernyataan tambahan.
Sebelumnya, dalam sidang Komite Warisan Dunia UNESCO yang digelar di Paris pada 7 Juli, diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah isu tersebut akan dimasukkan ke dalam agenda resmi. Korea Selatan mengusulkan agar agenda itu ditambahkan guna meninjau upaya Jepang yang dianggap tidak memadai dalam menangani isu buruh paksa di situs warisan UNESCO milik Jepang.
Namun, Jepang menolak usulan tersebut dengan alasan bahwa isu ini seharusnya dibahas dalam kerangka bilateral antara Seoul dan Tokyo, bukan di tingkat komite.
Jepang kemudian mengajukan amandemen untuk menghapus agenda tersebut. Setelah melalui pemungutan suara, amandemen Jepang disetujui dengan tujuh suara setuju dan tiga suara menolak.