Korea Utara membuat keputusan mengembangkan nuklirnya karena Amerika Serikat terus melakukan latihan militer besar-besaran dengan target menduduki Korea Utara. Rezim Pyongyang memberikan reaksi pedas atas usul Korea Selatan dan Amerika Serikat yang siap memberikan bantuan ekonomi dan berdialog, asalkan negara itu membuang nuklirnya.
Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Su-yong, membuat pernyataan itu pada pidatonya di sidang Majelis Umum PBB, dan menjadi menteri luar negeri pertama dari negara komunis tersebut yang berbicara di Sidang Umum PBB dalam 15 tahun. Dalam 17 menit pidatonya, Menteri Ri memfokuskan diri pada kecaman atas Amerika Serikat.
Atas kritikan internasional soal pelanggaran HAM Korea Utara, diplomat tinggi Korea Utara itu mengatakan Washington hanya berupaya menggunakan isu ini sebagai metode meruntuhkan rezim Korea Utara.
Dia tampaknya berupaya membuat pembenaran atas tindakan negaranya di tingkat internasional dengan menegaskan perlunya reformasi Dewan Keamanan PBB yang hanya berdiam diri atas perlakuan Washington yang seenaknya.
Dia menyampaikan surat pribadi pemimpin Kim Jong-un kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon, tapi gagal bertemu dengan pejabat tinggi pemerintah Washington.
Duta Besar Korea Utara untuk PBB, Ja Song-nam, kepada wartawan menyebutkan tidak ada kemungkinan berdialog antara Korea Utara dan Amerika Serikat selama beberapa waktu ke depan, bahkan antara dua Korea.
Usai berpidato di depan PBB, Menteri Ri segera bertolak menuju Rusia dalam upaya memperkuat solidaritas dengan negara-negara penentang Amerika Serikat.