Satuan Tugas di bawah Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, yang memeriksa kesepakatan mengenai masalah wanita perbudakan syahwat untuk tentara Jepang antara Korea Selatan dan Jepang menilai kesepakatan ini dibuat berdasarkan pendapat pemerintah dan tidak mendengarkan pendapat para korban dengan memadai.
Laporan Satuan Tugas setebal 30 halaman itu menyatakan kesepakatan Korsel dan Jepang terkait wanita perbudakan syahwat tidak menerapkan pendapat korban sendiri dalam proses perundingannya, dan dicapai berdasarkan pendapat pemerintah seperti perundingan diplomatik yang lain.
Satuan Tugas mengatakan masalah wanita perbudakan syahwat ini harus dibahas kembali walaupun penyelesaiannya sudah diumumkan kedua pemerintah, karena masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan cara diplomasi politik.
Dikatakan, masalah ini dapat dipecahkan dalam waktu jangka panjang dengan cara menyebarkan nilai dan kesadaran tentangnya serta memberikan pendidikan sejarah bagi generasi berikut.
Selanjutnya, Satuan Tugas itu mengatakan kesepakatan Korsel dan Jepang terkait wanita perbudakan syahwat memperlihatkan kekurangan komunikasi presiden, perunding, dan kementerian luar negeri, tidak ada usaha untuk perbaikan dan melengkapinya sesuai dengan perubahan kebijakan dan lingkungan serta pembagian peran instansi terkait, dan juga tidak memasukkan pendapat pihak-pihak terkait secara luas.