Seorang nenek berusia 92 tahun korban perbudakan syahwat tentara Jepang, Kim Bok-dong, melakukan demonstrasi tunggal pada hari Senin (3/9/18) di depan kantor Kementerian Luar Negeri Korea Selatan.
Kim berdemonstrasi untuk mengkritik pendirian yayasan kompromi dan pengobatan yang didirikan dengan menggunakan dana satu miliar yen, sesuai kesepakatan antara Korea Selatan dan Jepang pada akhir tahun 2015 lalu.
Nenek Kim mengatakan bahwa para nenek korban wanita perbudakan syahwat tidak berjuang untuk menerima dana bantuan, sehingga dia tidak akan menerima uang apapun yang diberikan oleh Jepang.
Dalam tuntutannya, Kim mendesak agar pemerintah Korea Selatan membubarkan yayasan tersebut.
Sementara itu, sebuah investigasi kejaksaan juga mengetahui kesalahan pencapaian kesepakatan wanita perbudakan syahwat antara Korea Selatan dan Jepang.
Pada bulan Oktober tahun 2014, sejumlah pejabat pemerintah termasuk mantan Kepala Staf Kepresidenan, Kim Ki-choon membahas langkah pendirian yayasan tersebut.
Setelah melakukan kesepakatan dengan Jepang, para korban berencana mengeluarkan gugatan kompensasi kepada pemerintah Jepang, namun Ketua Mahkamah Agung Yang Sung-tae pernah membuat dokumen untuk membatalkan gugatan tersebut.
Pemerintahaan Moon Jae-ini kemudian memeriksa isi kesepakatan tahun 2015 dan membatalkannya tanpa mempertimbangkan pendapat para korban, namun prosesnya masih belum berkembang.