Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Kumpulan Isu

Buku Pelajaran Jepang yang Memuat Pembelokan Sejarah

2022-04-02

Warta Berita

ⓒYONHAP News

Pemerintah Jepang telah meloloskan penggunaan buku pelajaran untuk sekolah menengah atas yang dinilai memuat fakta sejarah yang tidak benar pada Senin (28/03).


Dalam audit buku pelajaran tersebut, fakta mengenai perekrutan paksa warga Joseon di masa penjajahan Jepang serta pengakuan mengenai wanita perbudakan syahwat untuk tentara Jepang dan intervensi militer Jepang dihapus. Sebaliknya, buku pelajaran itu menekankan pernyataan bahwa Pulau Dokdo adalah wilayah teritorial Jepang dan direbut oleh Korea Selatan secara ilegal.


Sejumlah 239 buku pelajaran yang telah lolos audit tersebut akan digunakan oleh murid SMA kelas 11 dan 12 mulai tahun depan.


Hal yang menjadi perhatian adalah hilangnya kalimat 'perekrutan paksa'. Kalimat itu sebelumnya terdapat di sebagian buku, tetapi kemudian direvisi di tengah audit karena tidak sesuai dengan 'pandangan terpadu pemerintah'. Langkah otoritas pendidikan Jepang ini merusak sistem pemeriksaan buku teks pelajaran dengan memblokir pandangan yang otonom dan beragam dalam audit buku pelajaran dan tunduk pada posisi pemerintah.


'Pandangan terpadu pemerintah' merujuk pada penjelasan pemerintah Jepang pada 27 April 2021 yang menyatakan bahwa kata 'penangkapan paksa' dan 'wanita perbudakan syahwat untuk tentara Jepang' tidak layak untuk digunakan dan diganti dengan istilah 'wajib militer' dan 'wanita penghibur'.


Pemerintah Jepang, melalui Pernyataan Kono pada tahun 1993, telah mengakui bahwa rumah bordil wanita perbudakan syahwat disediakan berdasarkan permintaan otoritas militer Jepang pada masa perang. Sejak itu, Pemerintahan Shinzo Abe, Yoshihide Suga, hingga Fumio Kishida saat ini, telah mengonfirmasi posisinya sesuai dengan Pernyataan Kono.


Namun demikian, hasil audit buku sejarah kali ini membuktikan bahwa pemerintah Jepang yang sebelumnya telah menyatakan pihaknya mengakui Pernyataan Kono, kini memimpin pembelokan sejarah. Melalui sistem pemeriksaan buku pelajaran itu, pemerintah Jepang memaksa penulis dan penerbit yang ingin menuliskan kebenaran untuk merevisi isi buku agar dapat diloloskan dalam audit.


Masalah buku pelajaran yang memuat pembelokan sejarah itu telah terus terulang dan menimbulkan tantangan dalam hubungan antara Korea Selatan dan Jepang. Kali ini pun, pemerintah Korea Selatan mengkritik keras perihal isi buku pelajaran tersebut kepada konsuler Kedutaan Besar Jepang di Korea Selatan. Kementerian Luar Negeri Korea Selatan juga telah merilis pernyataan mengenai protes tersebut. Namun, pemerintah Jepang tidak menanggapinya.


Presiden Terpilih Yoon Suk Yeol telah mengemukakan niat untuk mewujudkan hubungan Korea Selatan dan Jepang yang berorientasi masa depan, tetapi dengan isu ini, pemerintah Jepang malah menunjukkan arah yang sebaliknya. Hubungan yang berorientasi maju ke depan dapat terwujud hanya jika pemerintah Jepang meninggalkan sikapnya yang menunjukkan kemunduruan.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >