Xi Jinping resmi terpilih kembali melalui suara mutlak sebagai presiden China melalui pemilihan kongres tgl.13 Maret lalu, setelah konggres merevisi aturan jabatan presiden. Sementara itu, pada hari Minggu tanggal 18 Maret, Vladimir Putin juga kembali terpilih menjadi presiden Rusia untuk keempat kalinya. Saat ini pemimpin China dan Rusia, dimana keduanya langsung berbatasan dengan Korea Utara, dapat memperpanjang masa jabatan mereka. Hal tersebut tentu saja memberikan perubahan antisipasi pada diplomasi regional.

China dan Rusia kemungkinan akan mempercepat proses perumusan kebijakan mereka atas Semenanjung Korea. Ada yang berspekulasi bahwa China kehilangan pengaruhnya atas Korea Utara, dimana saat ini tengah berkembang pesat diplomasi puncak antara Korea Selatan, Korea Utara dan AS. China merupakan satu-satunya negara di dunia yang mempu mempengaruhi Korea Utara. Namun, sejak Kim Jong-un berkuasa, kedua negara telah berselisih. Hubungan bilateral semakin menemui jalan buntu sejak China mulai bergabung dengan sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara tahun lalu. Namun presiden China Xi Jinping yang sekarang memiliki kekuatan mutlak, diharapkan untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara, mengingat denuklirsasi di Semenanjung Korea terkait langsung dengan supremasi di Asia Timur.

Dalam hal ini, Rusia juga kemungkinan besar akan campur tangan dalam masalah Semenanjung Korea. Jika suasana damai terbentuk antar Korea, dan antara Korea utara dan AS, maka kebijakan Putin untuk mengembangkan Timur Jauh akan mendapatkan lebih banyak daya tarik. Diperkirakan Rusia akan membentuk hubungan yang lebih erat lagi dengan Korea Utara dan secara agresif mendorong kerja sama trilateral antara dua Korea dan Rusia, sembari terlibat dalam diplomasi multilateral tingkat tinggi.