Hitungan mundur untuk KTT antara AS dan Korea Utara pada tgl.12 Juni di Singapura sudah dimulai. Menjelang KTT, yang disebut sebagai ‘negosiasi abad ini’, perhatian beralih ke kemungkinan deklarasi berakhirnya Perang Korea. Selama pertemuan dengan petinggi diplomat Korea utara Kim Yong-chol pada tgl.1 Juni lalu, presiden AS Donald Trump menegaskan pertemuan puncak dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan berlangsung seperti yang direcanakan, dan juga menyebutkan kemungkinan deklarasi berakhirnya Perang Korea.

Tentu saja, deklarasi untuk mengakhiri perang itu tidak akan mengikat secara hukum, karena ini adalah sejenis kesepakatan, bukan pakta internasional. Namun mengingat geopolitik khas Semenanjung Korea yang sudah lama berada dalam keadaan gencatan senjata, deklarasi berakhirnya perang diperkirakan akan menghilangkan ketidakpercayaan antara kedua Korea dan berfungsi sebagai pemicu untuk mencapai perjanjian damai.

Deklarasi untuk mengakhiri perang sedang muncul sebagai faktor positif untuk meningkatkan kemungkinan kesuksesan pertemuan puncak Trump dan Kim. Sekarang perhatian tertuju pada apakah presiden Korea Selatan Moon Jae-in akan melawat ke Singapura untuk bergabung dengan proses deklarasi. Pada tgl.27 Mei, saat Moon mengumumkan hasil pertemuan keduanya dengan Kim Jong-un, dia menggambarkan harapannya untuk deklarasi berakhirnya perang dalam pertemuan trilateral. Namun ada tugas-tugas sulit yang harus dihadapi. China, yang merupakan penandatangan lain untuk perjanjian gencatan senjata Perang Korea, telah mengisyaratkan kesediaanya untuk berpartisipasi dalam pembahasan deklarasi untuk mengakhiri perang. Masalah lainnya adalah bahwa deklarasi, meski dibuat, adalah kesepakatan politik, bukan perjanjian damai.