Majalah khusus diplomasi AS, Foreign Policy, mengklaim fungsi pesawat tanpa awak atau drone Korea Utara sangat rendah dan kasar, namun itu justru mengancam Korea Selatan dan menguntungkan Korea Utara.
Menurut Foreign Policy, umumnya pengguna drone militer mencari fungsi terbaik dengan menggunakan teknologi tercanggih, namun Korea Utara mencari efektivitas strategis dengan mengirim banyak drone murah meski fungsinya tidak terlalu bagus.
Foreign Policy menganalisis kecepatan drone Korea Utara yang ditemukan di Korea Selatan hanya mencapai 120 km per jam, dan bobotnya kurang lebih 3 kg.
Namun, jika Korea Utara membeli drone buatan Cina dengan fungsi setingkat drone 'Predator' yang banyak digunakan pasukan AS, itu hanya membutuhkan biaya 1 juta dolar Amerika per unitnya. Korea Utara kemungkinan akan melakukan reorganisasi angkatan udara melalui drone tersebut karena tidak ingin melepas kekuatan strategis angkatan udaranya.