Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Internasional

AS Berupaya Tenangkan Korsel terkait Ucapan Deputi Menlunya

Write: 2015-03-03 13:42:32Update: 2015-03-03 16:59:41

AS Berupaya Tenangkan Korsel terkait Ucapan Deputi Menlunya

Departemen Luar Negeri AS menyatakan tidak ada kebijakan negaranya yang berubah menyusul ucapan kontroversial seorang deputi menlu di departemennya.

Dalam sebuah pernyataan yang dikirimkan kepada klub responden asing pada hari Senin lalu (02/03/2015), pihak Kemenlu AS menyatakan pemerintahannya percaya bahwa hubungan yang kuat dan saling membantu di antara negara-negara di Asia Timur justru memperkuat perdamaian dan stabilitas serta sesuai dengan keinginan negara-negara di kawasan tersebut dan tentu saja keinginan AS sendiri.

Pihak Kemenlu AS juga mendesak Jepang untuk mematuhi Pernyataan Kono tahun 1993 dan Pernyataan Murayama tahun 1995 yang menyatakan bahwa Jepang secara resmi mengakui dan meminta maaf atas penjajahan kolonialnya terhadap Semenanjung Korea.

Kemenlu AS menambahkan bahwa pihaknya terus menekankan pentingnya pendekatan isu-isu sejarah melalui proses penyembuhan dan rekonsiliasi masa lalu. Pihak Kemenlu berkata, "pernyataan maaf yang disampaikan oleh mantan PM Jepang, yaitu PM Murayama dan oleh mantan Kepala Sekretaris Kabinet, yaitu Mr. Kono, telah menandai babak baru untuk memperbaiki hubungan Jepang dengan negara-negara tetangganya."

Pihaknya juga mengatakan bahwa "perdagangan wanita untuk tujuan seks yang dilakukan oleh militer Jepang selama Perang Dunia ke-2 adalah pelanggaran hak-hak asasi manusia yang mengerikan dan mengenaskan."
 
Memberikan pernyataan tentang sebuah isu yang sama sekali tidak disebut-sebut dalam briefing atau pengarahan umum adalah sesuatu yang sangat jarang dilakukan oleh pihak Kemenlu AS.

Pada hari Jumat lalu (27/02/2015) seorang deputi menlu bidang masalah politik, Wendy Sherman, pada sebuah seminar di Washington mengatakan bahwa, "tidaklah sulit bagi seorang pemimpin politik di mana pun di dunia ini untuk mendapatkan sambutan tepuk tangan dengan cara menjelek-jelekkan bekas musuhnya. Tapi, provokasi semacam itu bisa-bisa malah menimbulkan kelumpuhan, bukan kemajuan." Kata-katanya memicu kontroversi di Korea Selatan karena pernyataannya itu mengacu ke Korea Selatan, Cina, dan Jepang.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >