Lebih dari 100 sejarawan ternama mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Rabu (6/5/2015), mendesak Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, jujur mengakui perbudakan syahwat Jepang dan kesalahan lainnya semasa perang.
Sebanyak 187 sejarawan seperti penulis pemenang hadiah Pulitzer, Dr. Herbert Bix, dan Profesor di William Paterson University, Theodore Cook, juga menyampaikan pernyataan itu kepada Abe melalui saluran diplomatik.
Dalam pernyataan mereka, para sejarawan menggarisbawahi "sejarah demokrasi pasca perang Jepang" adalah salah satu hal yang pantas untuk dirayakan, namun "masalah penafsiran sejarah menimbulkan halangan untuk bisa merayakan prestasi ini."
Mereka secara khusus mencatat "salah satu masalah sejarah yang paling mengganggu adalah sistem yang disebut 'wanita penghibur'." Para sejarawan menekankan bahwa "menyangkal atau meremehkan" apa yang terjadi atas korban perbudakan syahwat di masa perang adalah "tidak dapat diterima."
Dalam pernyataan bersama, para sejarawan mencatat bahwa dalam pidato pekan lalu di hadapan Kongres, Abe "berbicara tentang nilai universal hak asasi manusia, pentingnya keamanan manusia, dan berhadapan dengan penderitaan yang disebabkan Jepang kepada negara-negara lain." Para sejarawan mengatakan mereka "salut atas sentimen ini dan mendesak Perdana Menteri bertindak berani kepada mereka semua."