Bank Sentral Cina terus menurunkan referensi perdagangan nilai tukar mata uangnya terhadap dollar untuk 3 hari berturut-turut. Cina yang mengalami perlambatan ekspor, mendevaluasi mata uangnya hingga 4,66% dalam tiga hari.
Jumlah ekspor Cina bulan Maret berada di minus 15% dan pada bulan Juli di minus 8,3%. Hal ini semakin memperbesar ketidakpastian pencapaian target pertumbuhan Cina tahun ini sebesar 7%.
Dengan lemahnya yuan, ekspor Korea Selatan tampaknya akan lebih sulit bersaing dengan produk-produk Cina di pasar global. Meski demikian, seperempat total ekspor Korea Selatan adalah ke Cina dan 70% diantaranya adalah barang setengah jadi yang diekspor ke pasar dunia melalui Cina.
Wakil Perdana Menteri Ekonomi, Choi Gyong-hwan, juga pada hari Rabu (12/8/2015) menyampaikan harapan agar peningkatan ekspor Cina dapat berimbas positif pada ekspor Korea Selatan.
Sementara itu, bursa saham Eropa tidak luput dari guncangan devaluasi mata uang Cina selama 2 hari.
Bursa saham Jerman dan Perancis anjlok tajam lebih dari 3%, dan harga saham Inggris juga jatuh 1,4%. Secara khusus, harga saham sumber daya, barang konsumsi, dan perusahaan barang mewah juga ikut jatuh lebih dari 4% akibat mengkhawatirkan kondisi Cina.
Namun, penurunan harga saham di bursa New York berhenti, setelah muncul analisis bahwa Amerika Serikat tidak akan menaikkan suku bunganya di bulan depan, akibat devaluasi yuan.