Seorang profesor Universitas Chuo Jepang, Yoshiaki Yoshimi mengecam klaim pemerintah Jepang bahwa tidak ada fakta mengenai wanita penghibur yang secara paksa dikerahkan oleh militer Jepang di masa perang.
Yoshiaki Yoshimi yang dianggap sebagai perintis dalam penelitian masalah wanita penghibur paksa di Jepang menulis sebuah artikel berjudul 'Kesepakatan Jepang dan Korsel yang mundur dari penyelesaian sebenarnya' pada majalah Sekai edisi Maret.
Yoshimi mengatakan bahwa klaim pemerintah Jepang itu adalah suatu kebohongan karena ada dokumen yang diserahkan oleh Departemen Kehakiman kepada pemerintah Jepang mengenai kasus wanita penghibur paksa di Semarang, Indonesia pada tahun 1944.
Profesor itu juga mengomentari argumen Perdana Menteri Abe bahwa wanita penghibur paksa bukan budak syahwat. Menurutnya, para wanita tersebut diperlakukan sebagai budak syahwat dalam keadaan dirampas kebebasannya dan dipaksa melayani tentara Jepang.