Mahkamah Agung Korea Selatan memenangkan enam warga Korea Selatan pada kasus kerja paksa Jepang atas gugatan kompensasi kerugian terhadap perusahaan Jepang Mitsubishi Heavy Industries.
Pengadilan tinggi pada hari Kamis (29/11/18) mengambil keputusan yang memerintahkan Mitsubishi untuk memberikan kompensasi kerugian kepada lima orang korban, termasuk seorang nenek berusia 87 tahun bernama Yang Geum-deuk.
Pengadilan tidak menerima tuntutan Mitshubishi bahwa para korban telah kehilangan hak mereka untuk mencari kompensasi sesuai dengan perjanjian tahun 1965 yang mengatur normalisasi hubungan Seoul dan Tokyo.
Pengadilan mengatakan permintaan kompensasi atas tindakan ilegal terhadap kemanusiaan yang terjadi selama masa penjajahan Jepang tidak termasuk dalam kesepakatan tersebut.
Yang dan korban lain pada akhir masa Perang Pasifik bulan Mei 1944 dikerahkan untuk bekerja paksa di pabrik produksi pesawat Mitsubishi di Nagoya Jepang.
Para korban sebelumnya telah melayangkan gugatan kepada Mitsubishi dan pemerintah Tokyo di Jepang pada Maret tahun 1999 untuk menuntut kompensasi, namun mereka kalah dalam putusan akhir yang disampaikan oleh pengadilan tertinggi Jepang pada akhir tahun 2008.
Mereka kemudian mengajukan gugatan lain di Korea Selatan pada tahun 2011.
Dalam persidangan pertama dan kedua, pengadilan memerintahkan perusahaan Jepang untuk memberikan kompensasi kepada para korban dengan alasan Mitsubishi bertanggung jawab atas tindakan ilegal kemanusiaan.
Menyusul keputusan tersebut, Mitsubishi mengajukan banding ke Mahkamah Agung Korea, mengklaim bahwa pengadilan Korea tidak memiliki kekuasaan hukum atas kasus ini dan kompensasi hak korban kerja paksa telah berakhir sesuai perjanjian bilateral tahun 1965.