Korea Selatan telah mendesak Jepang untuk menunjukkan upaya yang tulus dalam menyembuhkan luka para korban perbudakan syahwat di masa perang setelah diplomat tinggi Jepang meminta pemerintah Korea Selatan untuk mengambil tindakan terkait putusan pengadilan Korea Selatan baru-baru ini yang memerintahkah pemerintah Jepang untuk memberikan kompensasi kepada para korban.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Sabtu (23/01/21) bahwa pemerintah akan melanjutkan upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut, tetapi Jepang juga harus menunjukkan upaya yang tulus untuk memulihkan kehormatan dan martabat para korban dan menyembuhkan luka mereka berdasarkan semangat tanggung jawab, permintaan maaf. dan penyesalan yang diungkapkan sebelumnya.
Kementerian mengakui bahwa perjanjian bilateral 2015 tentang masalah wanita perbudakan syahwat adalah perjanjian yang resmi dan oleh karena itu, pemerintah Korea Selatan tidak akan meminta klaim tambahan terhadap Jepang di tingkat pemerintah.
Namun, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan masing-masing korban untuk mengangkat masalah tersebut secara pribadi, sembari menambahkan bahwa masalah tersebut tidak dapat diselesaikan hanya dengan kesepakatan antara pemerintah yang tidak mencerminkan niat para korban.
Pernyataan itu muncul beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Jepang, Toshimitsu Motegi menyatakan penyesalan mendalam atas putusan pengadilan Korea Selatan yang memerintahkan pemerintah Jepang pada awal bulan ini untuk membayar 100 juta won kepada masing-masing dari 12 orang korban yang mengajukan kasus tersebut.
Motegi mengatakan dalam pernyataannya bahwa putusan pengadilan jelas bertentangan dengan hukum internasional dan Jepang sangat mendesak Korea Selatan untuk segera mengambil tindakan yang tepat demi memperbaiki pelanggaran hukum internasionalnya.
Pernyataan itu muncul setelah keputusan itu dikonfirmasi pada sehari sebelumnya tanpa banding Jepang.