Pengadilan Korea Selatan menolak gugatan ganti rugi kedua yang diajukan oleh para penggugat Korea Selatan yang menjadi korban perbudakan syahwat di masa Perang Jepang dan keluarga mereka.
Pengadilan Distrik Pusat Seoul pada hari Rabu (21/04) menolak kasus yang dilayangkan oleh 20 korban dan keluarga mereka, dengan mengutip bahwa gugatan para korban dinilai tidak memenuhi syarat, maka dinilai tidak sah.
Pengadilan Seoul mengambil keputusan tersebut berdasakan hukum internasional yang memungkinkan suatu negara mendapatkan hak kekebalan dari gugatan perdata di pengadilan asing.
Pengadilan juga menerangkan bahwa para korban telah sangat menderita dan ganti rugi belum terselesaikan, tetapi menurut hukum internasional dan Mahkamah Agung Korea Selatan, tuntutan ganti rugi tersebut tidak dapat diterima.
Ditambahkannya kasus perbudakan syahwat tersebut harus diselesaikan melalui upaya internal dan eksternal antara Korea Selatan dan Jepang, bukan melalui proses peradilan.
Keputusan terbaru tersebut justru sangat kontras dengan putusan pengadilan mengenai hal serupa pada Januari 2021 lalu yang memerintahkan pemerintah Jepang untuk memberikan kompensasi masing-masing sebesar 100 juta won kepada 12 orang korban.
Saat itu, pengadilan memutuskan bahwa kekebalan negara tidak boleh diterapkan pada kejahatan sistematis terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.