Korea Selatan telah melaksanakan sistem 52 jam kerja seminggu sejak tahun 2018, khususnya di instansi pemerintah dan perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 300 pekerja.

Mulai tanggal 1 Juli, sistem jam kerja itu diterapkan pada perusahaan yang mempunyai 5-50 orang karyawan.

Sehubungan dengan itu, sejumlah usaha kecil dan menengah meminta penundaan pemberlakukan sistem 52 jam kerja seminggu tersebut.

Menurut hasil survei terhadap 200 UKM di bidang manufaktur dan pembuatan kapal, 4 dari 10 perusahaan belum menyelesaikan persiapan pelaksanaan sistem 52 jam kerja seminggu.

Salah satu alasan persiapan tersebut tidak diselesaikan adalah sulitnya mencari pekerja, khususnya sebab tenaga kerja asing belum bisa masuk ke Korea Selatan akibat COVID-19.

Oleh sebab itu, pihak UKM meminta masa waktu percobaan hingga kondisi COVID-19 membaik. Namun, pihak pemerintah menolak permintaan itu.

Menurut hasil survei terhadap 1.300 perusahaan yang memiliki 5-50 orang karyawan, 9 dari 10 perusahaan dapat menjalankan sistem 52 jam kerja seminggu mulai bulan depan.

Karena itu, pemerintah tidak akan memberikan masa percobaan untuk menangguhkan sanksi bagi perusahaan yang melanggar peraturan tersebut.

Ketua Divisi Kebijakan Tenaga Kerja Kementerian Perekrutan dan Ketenagakerjaan, Kwon Gi-seob, mengatakan berdasarkan hukum, penundaan pemberlakuan sistem tersebut dapat dilakukan. Oleh karena itu, perihal tersebut seharusnya dibahas di parlemen, sebab yang penting adalah menyediakan kebijakan yang diperlukan di bidang usaha yang mengalami kesulitan dalam menerapkan sistem jam kerja tersebut.

Bersama dengan itu, pemerintah akan memprioritaskan perusahaan-perusahaan di daerah yang mengalami kesulitan penempatan tenaga kerja asing agar sistem 52 jam kerja seminggu dapat dijalankan dengan stabil.