Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Sejarah

Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang

2015-03-24

Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang
Setelah kemerdekaan Korea tahun 1945, Korea Sealtan dan Jepang memutuskan hubungan diplomatik, dan kedua negara mulai bernegosiasi sejak tahun 1951. Namun, pertemuan dua negara itu terus mengalami kegagalan karena perbedaan penafsiran soal masa pendudukan Jepang. Saat memasuki tahun 1960-an, kecepatan pertemuan itu mulai dipacu. Pemerintah Korea Selatan yang telah merancang Rencana Pengembangan Ekonomi 5 Tahun ingin menarik modal asing yang dibutuhkan. Sementara Jepang juga harus secepatnya membuka hubungan diplomatik dengan Korea Selatan untuk masuk ke pasar Korea Selatan. Demikianlah, kepentingan kedua negara itu memenuhi syarat, sehingga Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang pun ditandatangani pada tgl.22 Juni tahun 1965. Dengan Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang, hubungan dua negara menyambut era baru, namun situasi dalam negeri Korea Selatan kembali menjadi kacau.

Setelah pertemuan antara Korea Selatan dan Jepang dimulai pada tahun 1951, perhatian masyarakat Korea Selatan adalah permintaan maaf dan kompensasi dari Jepang. Masyarakat Korea Selatan berpikir mereka harus mendapatkan permintaan maaf dan kompensasi dari Jepang untuk bisa memulihkan jati diri bangsa yang hilang.

Namun, memasuki tahun 1964, muncul desas-desus yang isinya pemerintah Korea Selatan ingin menandatangani Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang tanpa adanya permintaan maaf dari Jepang, serta isu bahwa perjanjian akan ditandatangani pada bulan Maret dan disahkan pada bulan Mei. Secara nyata, pada bulan Maret tahun itu, pemerintah mengirim Ketua Partai Republik Kim Jong-phil ke Jepang untuk bernegosiasi pada pertemuan antara dua negara. Pertemuan Korea Selatan dan Jepang itu cenderung berjalan cepat, dan warga memprotesnya. Partai oposisi, kelompok agama dan budaya melakukan demonstrasi nasional menolak perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang.

Demonstrasi menolak perjanjian tersebut digelar secara nasional, dan lebih memanas. Walaupun ada banyak protes dari masyarakat Korea Selatan, pemerintah Korea Selatan tetap aktif melakukan pertemuan dengan Jepang, dan pada tgl.3 Juni tahun 1964, Kim Jong-phil pergi ke Jepang untuk melakukan pertemuan antara Korea Selatan dan Jepang dalam rangka menormalkan hubungan diplomatik kedua negara. Pada hari itu, demonstrasi anti pertemuan tersebut mencapai puncaknya, dan pemerintah mengumumkan kondisi darurat militer di seluruh negeri.

Memasuki tahun 1965, pertemuan antara Korea Selatan dan Jepang hampir berakhir. Pada tgl.20 Februari, dua negara menyetujui rancangan awal. Mendengar kabar itu, demonstrasi besar kembali digelar. Namun Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang tetap ditandatangani resmi pada tgl.22 Juni. Mulai saat itu, demonstrasi tersebut digelar untuk menolak pengesahan perjanjian tersebut dan masyarakat jelata juga ikut berdemonstrasi. Akibat semakin tingginya protes warga penduduk, pemerintah mengeluarkan perintah siaga militer di Seoul pada tgl.26 Aguatus, dan memerintahkan 10 universitas di Seoul ditutup sementara. Pada tgl.17 Desember tahun 1965, Presiden Park Chung-hee menandatangani surat pengesahan Perjanjian antara Korea Selatan dan Jepang.

50 tahun lalu, Korea Selatan dan Jepang membuka jalinan hubungan diplomatik yang baru, melalui negosiasi 14 tahun dengan menuntaskan putusnya hubungan akibat penjajahan Jepang. Namun, masalah sejarah masa lalu masih membuat dua negara ini berkonflik. Pandangan dua negara terhadap sejarah masa lalu tetap berbeda, dan itu menjadi tugas utama yang harus diselesaikan oleh dua negara.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >