Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Chang Naegoja / Sangryeongsan / Daechwita

#Citra Musik Korea l 2025-07-11

Citra Musik Korea

Chang Naegoja / Sangryeongsan / Daechwita
Chang Naegoja
Kipas punya banyak kegunaan dalam kehidupan sehari-hari. Selain untuk mengusir panas, di Korea kipas juga dijadikan alas duduk, penutup dari terik matahari, atau alat bantu saat menunjuk sesuatu dari kejauhan. Kipas juga dipakai untuk memanggil orang dengan melambai-lambaikannya. Kipas juga bisa dipakai untuk menutup wajah saat malu bertemu penagih utang atau untuk menutupi mulut saat menguap di depan orang tua sebagai bentuk sopan santun. 
Pada masa Dinasti Joseon ada seorang pencinta musik pungnyu bernama Baekho Imje. Saat sedang melakukan perjalanan di Kota Pyongyang, ia bertemu seorang wanita muda yang cantik dan menemaninya minum arak bersama. Saat hendak berpisah, Baekho memberikan kipas yang telah ia tulisi puisi. Puisi itu seperti rayuan halus tentang rasa rindu yang panas membakar dada meski saat itu musim dingin. Jadi kipas itu akan berguna saat tengah malam hatinya terbakar rindu. 
Lagu berjudul Chang Naegoja atau Membuka Jendela bercerita tentang perasaan rindu yang membuat sesak dada, jadi ingin dibuka agar terasa lebih lega.

Sangryeongsan
Ureuk adalah seniman pada masa Kerajaan Silla yang dikenal sebagai pemain gayageum pertama dalam sejarah Korea. Alat musik berdawai ini pertama kali diciptakan oleh Raja Gasil dari Kerajaan Gaya dengan tujuan menyatukan rakyatnya yang berasal dari berbagai daerah dan budaya. Karena belum ada yang mampu memainkannya, Raja Gasil menunjuk Ureuk untuk mempelajari alat musik baru itu. Setelah menguasainya, Ureuk menciptakan dua belas lagu yang menggambarkan kekayaan budaya dari berbagai wilayah. Ketika Kerajaan Gaya berada di ambang kehancuran, Ureuk membawa gayageum dan lagu-lagunya ke Kerajaan Silla untuk dilestarikan.
Di Silla Ureuk mendapat penolakan, tetapi akhirnya diterima dengan hangat oleh Raja Jinheung. Ia mulai mengajar tiga murid yang kemudian menyusun ulang lagu-lagunya menjadi lima komposisi baru. Meskipun sempat kecewa karena perubahan gaya musiknya, Ureuk akhirnya menerima dan mendukung hasil karya murid-muridnya. Berkat peran Ureuk, gayageum tidak hanya bertahan dari ancaman punah, tetapi juga terus hidup dan berkembang hingga menjadi bagian penting dari warisan budaya Korea sekarang.

Daechwita
Musik daechwita merupakan bagian penting dari tradisi kenegaraan yang sudah ada sejak zaman kerajaan. Musik ini biasanya dimainkan dalam acara-acara besar, seperti ketika raja keluar dari istana atau saat pasukan militer melakukan upacara baris-berbaris. Pasukan musik yang membawakannya disebut chwitadae. Mereka memainkan alat musik tiup dan alat musik pukul dengan mengenakan pakaian tradisional berwarna kuning dan topi jerami yang dihiasi bulu burung. Alat musik yang dimainkan adalah gendang Korea atau buk dan terompet panjang yang menghasilkan bunyi khas dan menggetarkan yang disebut nabal.
Suasana pertunjukan daechwita digambarkan secara rinci dalam peninggalan puisi abad ke-19 berjudul Hanyangga. Dalam puisi itu diceritakan bahwa pasukan chwitadae tampil dengan penuh percaya diri memainkan musik kerajaan yang agung. Pada saat itu iring-iringan ini menjadi hiburan istimewa bagi masyarakat karena belum banyak tontonan lain. Sekarang tradisi daechuita masih dilestarikan dan sesekali ditampilkan dalam acara kenegaraan modern. Musik ini sempat menarik perhatian dunia ketika grup BTS mengutip bagian dari lagu ini dalam salah satu lagunya.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >