Gwangyang Jajangga (광양 자장가) adalah salah satu lagu pengantar tidur tradisional yang dahulu sering dinyanyikan ibu-ibu Korea untuk menidurkan bayinya. Lagu ini berasal dari kota Gwangyang, Provinsi Jeolla Selatan. Lirik lagunya sangat menenangkan. Anak-anak yang waktu bayi setiap hari dinyanyikan lirik lagu dengan kata-kata yang terpuji, kelak saat besar dan dewasa dipercaya akan menjadi orang baik seperti doa-doa yang ada di lagu itu. Dalam lagu ini, orang tua berharap agar anaknya menjadi orang yang penyayang kepada sesama, berbakti kepada orang tua, dan setia kepada negara.

Dahulu bayi-bayi di Pulau Jeju ditidurkan di keranjang bayi yang disebut aegi gudeok (애기구덕). Bagian tengah keranjang bayi yang terbuat dari bambu ini dianyam dengan tali yang kuat seperti jaring, kemudian di atasnya diletakkan jerami atau kasur untuk menidurkannya. Meskipun keranjang bayi ini diletakkan di lantai tanah, risiko dia digigit serangga kecil. Saat musim panas, bayi akan merasa sejuk karena di keranjang ini banyak lubang dan ventilasinya baik. Saat musim dingin pun tetap terasa hangat karena tinggi, jauh dari lantai tanah yang dingin. Di pulau Jeju, saat ibu bayi pergi ke ladang untuk bekerja, bayi akan ditidurkan di keranjang ini. Dan kalau saat kerja bayinya menangis, ibunya akan menyanyikan lagu sambil mengayunkan keranjang itu dengan kakinya. Lagu pengantar tidur yang sering dinyanyikan ibu-ibu di pulau Jeju untuk bayinya berjudul Aegi Gudeok Heungguneun Sori (애기 구덕 흥구는 소리).

Lagu Jeotdongnyang - Aegi Oreuneun Sori (중 젖동냥 - 애기 어르는 소리) adalah salah satu bagian dari pansori Simcheongga. Lagu ini menggambarkan Sim Bongsa saat memeluk putrinya, Simcheong, sambil menangis sedih. Di hari setelah penguburan istrinya yang meninggal dunia setelah melahirkan Simcheong, Simbongsa sangat sedih dan ingin ikut mati bersama istrinya. Simcheong, bayi kecil yang baru lahir, menangis sepanjang malam dan tidak bisa tidur karena lapar. Oleh karena itu, begitu fajar tiba, Sim Bongsa langsung pergi ke sumur tempat ibu-ibu berkumpul untuk meminta asi anaknya. Dan untungnya, ibu-ibu yang baik hati itu bersedia menyusuinya. Mereka dengan senang hati bersedia merawatnya dengan kasih sayang seperti anaknya sendiri. Melihat bayinya sudah kenyang dan tertidur pulas, Sim Bongsa akhirnya mendapatkan semangatnya lagi untuk tetap hidup dan membesarkan anaknya. Kemudian dengan penuh kebahagiaan dan semangat, dia menggendong bayinya.