Sebuah warung kecil di dekat Universitas Wanita Sookmyung, pusat kota Seoul penuh dengan banyak pelanggan. Warung itu menjual nasi dalam cankir kertas yang berisi nasi dengan salah satu salmon, tahu atau daging ayam dengan saus diatasnya, yang dibungkus dengan wadah kertas.
Saat menjalankan tugas militer di sebuah unit tentara di garis depan, Kim Seong-geun pernah melihat daratan Korea Utara tertutup. Ketika dia masih pelajar, dia juga mengikuti kuliah yang disediakan oleh pengungsi Korea Utara. Pengalaman tersebut memicu minatnya untuk membantu Korea Utara. Sebagai relawan di Pusat rehabilitasi Hanawon, dia membantu pendatang baru Korea Utara mempelajari bagaimana menggunakan transportasi umum, rumah sakit dan layanan perbankan di Korea Selatan. Pada tahun 2008, dia bertemu dengan seorang wanita yang kabur dari Korea Utara dan kemudian menikahinya. Dia mulai memikirkan bagaimana membantu pembelot Korea Utara untuk bermukim kembali mereka di sini.
Dia memutukan untuk menjalankan warung sendiri dalam upaya membantu mereka mengumpulkan pengalaman di sana. Dalam warung nasi dalam cangkir kertas itu, para pembelot Korea Utara dapat mempelajari segala hal yang mereka butuhkan untuk menjalankan sebuah restoran, antara lain bagaimana memasak makanan, membeli bahan makanan dan memperlakukan pelanggan.
Kim percaya bahwa adaptasi yang layak dari pembelot Korea Utara di Korea Selatan akan menjadi permulaan menuju unifikasi Korea, dan dia merasa bangga atas bisnisnya yang diharapkan akan menjadi persiapan ke arah penciptaan unifikasi di Semenanjung Korea.