Terdapat usulan baru terkait unifikasi yang menyebut bahwa perlunya untuk mempertimbangkan sistem dua negara yang memungkinkan keluar masuk dengan bebas.

Seorang profesor dari Universitas Halla, Jeong Dae-jin menyatakan hal tersebut dalam sebuah seminar yang digelar pada hari Jumat (03/05) untuk memperingati 18 tahun pendirian Lembaga Penelitian Unifikasi Damai di Universitas Nasional Seoul.

Langkah unifikasi resmi pemerintah Korea Selatan adalah mewujudkan unifikasi dengan tiga tahap, yaitu kompromi atau kerja sama, gabungan antarKorea, dan penyempurnaan negara unifikasi yang diumumkan pada tahun 1994 oleh mantan Presiden Kim Young-sam.

Namun, dukungan terhadap unifikasi di Korea Selatan semakin berkurang, sehingga 29,8% responden menjawab unifikasi tidak perlu dilakukan pada hasil survei persepsi masyarakat terhadap unifikasi tahun 2023 lalu. 

Korea Utara juga telah menyatakan pada akhir tahun lalu bahwa hubungan dua Korea merupakan hubungan bermusuhan yang masih dalam kondisi perang. 

Menurut Profesor Jeon, Korea Selatan dan Korea Utara masing-masing menginjakkan kaki di jalan yang berbeda, sehingga unifikasi untuk mewujudkan satu negara berbasis bangsa Korea tidak sesuai dengan situasi saat ini. 

Dia juga menekankan perlu untuk menyediakan ketertiban Asia Timur yang baru dengan mempertimbangkan nuklir Korea Utara, seperti konsep negara yang bersambung.

Meskipun Korea Selatan dan Korea Utara tidak bisa menjadi satu negara, namun para individu dari dua Korea bisa mengunjungi bagian selatan dan utara dengan bebas. 

Profesor Jeong menekankan bahwa dua Korea harus menyediakan titik temu untuk membahas bentuk negara unifikasi dengan merevisi langkah unifikasi Korea Selatan dan membuka berbagai kemungkinan terkait tujuan unifikasi secara fleksibel.