Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Demonstrasi Hari Rabu Ke-1500 Diselenggarakan Bersama 1.500 Warga Asing

Write: 2021-07-15 10:34:25

Thumbnail : YONHAP News

Demonstrasi Hari Rabu untuk menuntut penyelesaian isu perbudakan syahwat masa perang Jepang digelar di depan kantor lama Kedutaan Besar Jepang untuk Korea Selatan pada hari Rabu (14/07) kemarin.

Kepala Direktur Solidaritas Keadilan dan Peringatan untuk Masalah Perbudakan Syahwat Militer Jepang, Lee Na-yong, mengungkapkan Demonstrasi Hari Rabu kali ini yang merupakan ke 1.500 kali, menjadi aksi demonstrasi terlama, paling menyedihkan, sekaligus paling membanggakan di dunia. 

Aksi unjuk rasa itu pertama kali dilakukan pada tanggal 8 Januari tahun 1992 ketika Perdana Menteri Jepang mengunjungi Seoul.

Melalui unjuk rasa yang telah berlangsung hampir 30 tahun tersebut, para demonstran meminta Jepang untuk meminta maaf atas perbudakan syahwat di masa perang Jepang dan memberikan kompensasi kepada para korban.

Sejak level aturan jaga jarak sosial dinaikkan, aksi unjuk rasa itu digelar dalam bentuk demonstrasi satu orang. Para demonstran menyampaikan argumen secara bergiliran dan melarang peliputan wartawan.

Nenek korban perbudakan syahwat di masa perang Jepang juga mengemukakan posisinya melalui sebuah rekaman video. Nenek Lee Ok-sun menegaskan jika Jepang meminta maaf, maka Demonstrasi Hari Rabu tidak perlu dilakukan lagi, tapi sebelum itu, kegiatan Demonstrasi Hari Rabu harus terus dilakukan. 

Di sisi lain, sepanjang aksi Demonstrasi Hari Rabu itu berlangsung, pihak konservatif dan pembuat konten YouTube dari kelompok sayap kanan melontarkan pernyataan yang menyangkal korban perbudakan syahwat.

Peserta unjuk rasa mengungkapkan kesedihannya, dan mengatakan bahwa perkataan mereka yang menolak kenyataan sejarah itu memalukan diri sendiri dan yakin akan tiba saatnya di mana mereka akan menghentikan argumen serupa.

Demonstrasi Hari Rabu yang telah dilaksanakan sebanyak 1.500 kali itu digelar secara bersamaan oleh 1.500 warga dari seluruh dunia. 

Hingga kini, hanya tersisa 14 orang korban perbudakan syahwat yang masih hidup.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >