Korea Selatan sedang berupaya untuk membuka momen penting dalam menjadi kekuatan bidang luar angkasa dunia, di tengah perjuangan pengembangan yang ketat, setelah keberhasilan peluncuran roket luar angkasa Nuri yang dikembangkan secara mandiri tahun ini. 

Sebelumnya, satelit buatan pertama yaitu 'Uribyul-1' menjadi permulaan pengembangan luar angkasa Korea Selatan pada 30 tahun lalu, sekaligus menjadi pelopor terbukanya era luar angkasa. 

Saat ini sebuah proyek tengah berjalan untuk mengembalikan satelit itu yang telah menyelesaikan misinya. 'Uribyul-1' adalah satelit kecil untuk ilmu pengetahuan dasar dengan bobot 48 kilogram dan tinggi 67 centimeter. 

Setelah rampung melakukan misinya dengan sukses, komunikasi antara satelit itu dan stasiun bumi telah terputus sejak komunikasi terakhir pada tahun 2004 silam. Kemudian satelit itu mengelilingi Bumi tanpa henti selama sekitar 20 tahun. 

Demikian 'Uribyul-1' pun menjadi salah satu dari 36.000 puing-puing sampah di luar angkasa yang berdiameter lebih dari 10 centimeter. 

Saat ini, sejumlah peneliti Lembaga Ilmu Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Korea (KAIST) yang sebelumnya turut megembangkan 'Uribyul-1' telah bersiap untuk meluncurkan proyek pemulangan satelit itu.  

Rencananya, tim peneliti akan mengirimkan satelit pembersih sampah di luar angkasa yang memasang lengan robotik untuk membawa 'Uribyul-1' ke atmosfer Bumi. 

Seorang peneliti senior KAIST Han Jae-heung menuturkan bahwa, peluncuran satelit dalam jumlah yang sangat besar terus terjadi. Sehingga sekarang adalah saatnya untuk menghadapi situasi dimana pengembangan ruang angkasa akan sulit ke depan kecuali memiliki teknologi untuk memproses pembersihan bahan-bahan tersebut dengan baik. 

Amerika Serikat, Eropa, maupun Jepang pun diketahui sedang mengembangkan teknologi untuk membersihkan sampah di luar angkasa dengan menggunakan jaring, lengan robot, magnet dan lain sebagainya.