Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Budaya

Paman bodoh dan keponakan nakal

2018-02-07

Paman bodoh dan keponakan nakal
Pada zaman dahulu kala seorang pria tua tinggal di sebuah desa kecil.

Ia adalah orang yang kurang berpendidikan. Pria itu memiliki seorang keponakan yang sangat pintar.

Pada suatu malam yang diterangi bulan purnama, sang pria tua yang bodoh memandang bulan purnama di langit, dan dia berbicara diri sendiri.

"Wah, Alangkah indahnya bulan purnama itu! Jika melihat bulan seperti itu saya merasa tenang. Betapa gembiranya kalau saya bisa membelinya! Bagaimana cara saya bisa membelinya, ya ?"

Kebetulan keponakannya yang pintar mendengar omongan pamannya dan segera berkata.

"Paman, bulan purnama harganya sangat mahal. Tapi, jika Paman menginginkannya, saya tahu cara untuk membelinya."

"Benarkah? Berapa harganya? Mungkin seratus perak? Itu pasti cukup. Iya, kan? Tolong kamu belikan buat saya."


Sang paman yang bodoh memberikan uang seratus perak kepada keponakannya untuk membeli sebuah bulan purnama.

Si keponakan berkata sambil memasukkan uang itu ke dalam sakunya.

"Paman, tempat bulan purnama itu jauh sekali. Maka, saya pun harus pergi jauh untuk membelinya. Jadi, mungkin saya butuh waktu satu bulan untuk membelinya.“

"Tidak apa-apa, yang penting kamu bisa membawa bulan purnama itu kepada saya."


Si keponakan pergi ke kampung istrinya dan menikmati hidup dengan uang yang diberikan pamannya untuk membeli bulan.

Sejak si keponakan pergi untuk membeli bulan, sang paman yang bodoh terus menanti keponakannya kembali. Ia menunggu dengan tidak sabar. Hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan.

Kini satu bulan sudah berlalu sejak keponakannya pergi, dan bulan purnama muncul kembali.

Pada malam bulan purnama si keponakan kembali ke rumah pamannya.

"Maafkan saya, paman. Saya membuat paman menunggu lama. Ternyata sangat sulit untuk membeli bulan purnama yang berada di tempat jauh itu dengan uang seratus perak."
Pria tua : "Begitukah? Tapi....bulan purnama itu sekarang sudah menjadi milik saya kan?"

"Tentu saja paman. Ngomong-ngomong, bagaimana kalau paman berjalan-jalan ke pulau? Di sana ada benda yang istimewa. Saya akan mengantar paman ke sana."


Agar sang paman tidak mengetahui saat bulan purnama mulai mengecil, si keponakan mengajak pamannya pergi ke tempat lain, jauh dari rumah.

Pada hari berikutnya sang paman bodoh pergi ke pulau bersama keponakannya dengan naik kuda.

Namun, pria tua itu meminta agar bulan purnama dibawa ke pulau.

"Jangan paman. Jika paman membawanya, pasti akan dicuri orang."

"Dicuri ? Kalau begitu, tinggalkan saja di rumah.“

"Iya.. itu lebih aman, paman."


Sambil ngobrol, mereka terus berjalan, dan bulan di langit terlihat semakin kecil.

Pria tua yang bodoh berpikir karena dia semakin jauh dari rumahnya maka bulannya kelihatan semakin kecil.

Setelah beberapa hari kemudian mereka tiba di sebuah pulau.

"Kamu tunggu di sini saja. Saya akan menyapa orang besar di pulau ini dulu."

Setelah pria tua pergi, si keponakan menjual kuda mereka lalu membohongi pamannya, kuda mereka tiba-tiba hilang.

"Apa, kita kecurian kuda? Wah, tempat ini berbahaya. Lebih baik kita segera pulang."

"Benar paman, kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini memang tidak aman. Ayo, paman!"


Dalam perjalanan mereka pulang pada saat bulan kelihatan dan semakin besar.

Sang paman bodoh itu berpikir kalau bulan purnama kelihatan semakin besar karena mereka sudah dekat ke rumah.

Saat tiba di rumah, cahaya bulan purnama menerangi rumahnya.

"Indahnya bulan purnamaku! Saya tidak akan pergi ke mana-mana. Saya selalu ingin melihat bulan purnama ini"

Sang paman bodoh itu merasa sangat gembira.

Keesokan harinya, si keponakan menghadap pamannya.

"Paman, saya dikabari ayah mertua saya meninggal. Saya harus segera pulang ke kampung."

"Oh, begitu? kamu segera pulang saja, dan ini bekal untuk perjalananmu ke kampung."


Sang paman memberikan beberapa keping uang perak.

Keponakan yang licik pulang kampung dengan membawa banyak uang. Dia membawa uang yang diberikan pamannya untuk membeli bulan purnama, uang hasil menjual kuda, dan ditambah uang biaya selama perjalanan dari pamannya.

Setelah pulang kampung, dalam beberapa tahun saja si keponakan menjadi orang kaya, dan hidup dengan tenang.

Namun paman yang bodoh belum bisa tahu mengapa bulan purnama miliknya sering menjadi kecil lalu kembali besar.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >