Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Budaya

Tragedi Biksu tamak

2018-02-21

Tragedi Biksu tamak
Pada zaman dahulu kala ada dua kuil Budhha ada di dalam Gunung Geumgang.

Sebuah kuil bernama Jangansa didiami oleh biksu besar bernama Naong sementara sebuh kuil lainnya bernama Pyohyunsa ditetap oleh seorang biksu bernama Geumdong.

Naong yang sudah berusia tua dan ingin mewariskan kekuasaannya sebagai biksu besar kepada salah seorang biksu muridnya.

Sebab itu Naong sedang memperhatikan Geumdong untuk dijadikan sebagai penggantinya di antara murid-muridnya yang tinggal di Gunung Geumgang.

Biksu besar Naong mengajarkan ajaran agama Budhha yang dikuasainya kepada Geumdong.

Namun, Geumdong berhasrat besar untuk bisa menggantikan posisi gurunya, biksu besar Naong secepat mungkin.

Naong pun sudah menyadari hal itu.

Pada suatu hari biksu bear memanggil Geumdong dan mengajaknya bertanding.

"Kamu ingin cepat menjadi biksu besar menggantikan saya, kan?"

"Tidak, biksu besar. Maksud saya tidak seperti itu."

"Tidak apa-apa. Kalau ilmu dan kemampuanmu sudah mantap, kenapa tidak. Jadi, bagaimana kalau saya tawarkan Anda satu taruhan. Bagaimana kalau kita mengukir patung?"

"Apa? Ukir patung Buddha?" Saya tidak bisa mengerti maksud biksu besar."

"Nah, beginilah, Mudah sekali. Kalau kamu berhasil mengukir patung Buddha, segala kekuasaan yang saya punya akan saya berikan kepada kamu dan saya akan pergi meninggalkan tempat ini."

Biksu Geumdong yakin dirinya bisa menang, lalu menyetujui taruhan biksu besar itu.

Esok harinya, kedua biksu itu mengukir patung Buddha.

Naong mengukir 3 buah patung Buddha di batu besar depan desa, sementara Geumdong mengukir 60 patung Budha di belakang batu besar itu.

Para biksu dari kuli Jangansa dan Pyohunsa berkumpul untuk menilai hasil ukiran dari kedua biksu tersebut.

Mereka menilai ukiran Naong sempurna sedangkan ukiran Geumdong jelek karena ada beberapa patung Buddha yang tidak punya telinga pada ukirannya.

Geumdong merasa malu karena kalah taruhan dengan gurunya, biksu besar.

"Saya Malu sekali. Bodohnya aku, serakah, kurang ajar."

Geumdong menyesali perbuatannya yang tamak menginginkan kekuasaan gurunya. Apalagi hasratnya itu sudah diketahui Naong sehingga ia sampai menawarkan pertaruhan.

Biksu Geumdong pun segera pergi ke sebuah kolam lalu menjatuhkan diri ke dalamnya.

Mendengar kematian Geumgdong, 3 orang murid Geumgdong mendatangi kolam itu, lalu mereka pun ikut terjun ke dalamnya.

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar geledek dan turun hujan besar sepanjang malam.

Keesokannya, hujan berhenti dan sebuah batu panjang muncul dari dalam kolam tersebut.

Kemudian, 3 batu kecil juga muncul di sekitar batu besar itu.

Orang-orang berpikir jenazah biksu Geumdong dan tiga orang muridnya berubah menjadi 4 buah batu itu.

Bahkan bunyi air terjun ke kolam itu pun terdengar sedih seperti tangisan tiga murid yang kehilangan guru yang disayanginya.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >