Pergi ke Menu Pergi ke Halaman Utama
Go Top

Sejarah

Kisah Hong Gil-dong

2018-12-12

© MIRAE

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang pria bernama Hong Gil-dong. Dia dilahirkan dikeluarga perdana menteri. 


Hong Gil-dong tumbuh menjadi pemuda gagah dan berbakat, namun dia tidak diakui sebagai anak perdana menteri karena diahirkan dari istri kedua ayahnya.


Hal itu membuat Hong Gil-dong tidak bisa menjadi pejabat di kerajaan. Pada zaman Joseon, orang-orang yang lahir dari istri kedua sering mendapat ejekan banyak orang.


Hong Gil-dong sudah bisa membaca dan menulis sejak ia masih balita. Meskipun demikian, dia kecewa karena tidak bisa menjadi orang penting di kerajaan. 


Hong Gil-dong : Sudahlah. Apa gunanya aku terus belajar seperti ini? Toh aku tidak akan menjadi pejabat kerajaan.


Hong Gil-dong kemudian memutuskan untuk mengembara dan mempelajari seni bela diri. 


Beberapa waktu kemudian, dia menjadi terkenal karena kemahiran seni bela dirinya. 


Hong Gil-dong membuat perkumpulan bernama Hwalbindang, sebuah kelompok pembela rakyat, di mana dia bertindak sebagai pemimpinnya. 


Hong Gil-dong : Murid-muridku, kita adalah kelompok pendukung rakyat miskin. Kita merampok hanya dari harta orang-orang kaya yang rakus dan pejabat tinggi korup. Kita harus membantu kaum miskin yang tidak diperhatikan pemerintah.


Di daerah Gyeongsang ada sebuah kuil Budha besar bernama Haeinsa. Di kuil itu banyak tersimpan harta dan barang berharga sumbangan para pejabat korup dan orang kaya yang tamak. 


Hong Gil-dong : Mari kita ke kuil Haeinsa.


Hong Gil-dong mengajak anak buahnya ke kuil Haeinsa.


Anak buah : Kenapa pilih kuil itu, ketua? Lebih baik kita datangi gudang rumah orang kaya Choi.


Hong Gil-dong : Di sana masih kurang. Lebih baik kita pergi ke kuil Haeinsa. Di sana banyak barang berharga yang tidak pernah dibagikan kepada orang miskin. Kita akan mendapat banyak uang untuk dibagikan kepada orang-orang miskin yang sengsara.


Hong Gil-dong bersama anak buahnya berangkat dan tiba di dekat kuil Haeinsa. 


Ia menyembunyikan anak buahnya di hutan sekitar kuil. Kemudian, dia menuju kuil Haeinsa bersama seorang anak buah.


Hong Gil-dong menyamarkan dirinya sebagai seorang putra bangsawan dan anak buahnya membawa gerobak berisi beberapa karung beras.


Hong Gil-dong memanggil biksu. Biksu yang menyambut Hong Gil-dong gembira karena melihat Hong Gil-dong seperti anak orang kaya dan pastinya memiliki banyak harta untuk diberikan ke kuil.


Biksu : Anda ingin belajar di kuil kami?


Hong Gil-dong : Iya, biksu. Saya juga mau mempersembahkan 200 karung beras sebagai sumbangan saya ke kuil ini.


Biksu : Oh. Banyak sekali tuan muda. Kami dengan senang hati akan menerimanya.


Hong Gil-dong : Tapi saya punya satu permintaan. Tolong sediakan jamuan makan dengan beras bawaan saya ini pada hari saya masuk ke kuil.


Biksu : Ah baik! Akan kami siapkan.


Dua hari kemudian Hong Gil-dong kembali ke kuil Haeinsa. Biksu-biksu itu menyiapkan jamuan makan di halaman belakang kuil.


Pemimpin biksu pun mengajaknya makan. Hong Gil-dong dan anak buahnya berpura-pura makan dengan sopan. 


Tapi belum lama ia menyuap makanannya, Hong Gil-dong menggigit pasir yang sengaja ia bawa dan dimasukkan tanpa sepengetahuan para biksu.


Hong Gil-dong : Aduh ada apa ini? Kenapa ada pasir di makanan saya?


Hong Gil-dong marah dan para biksu merasa bingung.


Hong Gil-dong : Saya kan sudah minta, sediakan jamuan makan dengan hati ikhlas. Kenapa malah seperti ini?


Para biksu panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Di masa itu, kedudukan para biksu jauh lebih rendah dibandingkan para bangsawan. Sehingga mereka tidak boleh memperlakukan bangsawan dengan tidak sopan.


Ketika Hong Gil-dong menghardik para biksu, muncullah anak buahnya yang bersembunyi di hutan untuk mengikat para biksu.


Hong Gil-dong : Saya Hong Gil-dong. Kami datang untuk mengambil harta milik rakyat yang disimpan di kuil ini. Kami akan membagi-bagikannya kepada rakyat yang hidup sengsara dan miskin.


Para biksu baru menyadari mereka tertipu. 


Hong Gil-dong dan anak-anak buahnya membuka gudang kuil Haeinsa lalu mengeluarkan semua beras dan kain yang disimpan di sana.


Mereka membawanya lalu membagi-bagikannya kepada rakyat yang hidup miskin.

Pilihan Editor

Close

Situs kami menggunakan cookie dan teknologi lainnya untuk memberikan Anda layanan yang lebih baik. Dengan terus menggunakan situs ini, Anda menyetujui penggunaan teknologi ini dan kebijakan kami. Detail >