Di Korea Utara, ibu Park Jeong-ae mengambil jurusan kesenian dan bekerja sebagai guru di perguruan tinggi kesenian. Sebagai anggota elit, dia hidup dengan nyaman. Namun dia membelot dari Korea Utara pada tahun 2006, dengan harapan dapat memberikan pendidikan yang lebih baik bagi anak perempuannya. Ibu Park tiba di Korea Selatan tanpa persiapan atau rencana khusus. Dia bingung apa yang harus dilakukan lebih dulu. Dia pernah menjadi profesor kesenian di Korut, tapi tidak mudah bagi seorang ibu berusia 40 tahunan untuk kembali bermukim di lingkungan baru, tanpa adanya koneksi pribadi sama sekali. Di Korsel, semuanya aneh dan menakjubkan bagi dirinya. Dia kaget melihat nail shop, pusat pijat dan swalayan yang dipenuhi barang sehari-hari, juga berbagai jenis saus kedelai. Tapi selain barang dan toko yang belum pernah dia lihat di Korut, suasana masyarakat di sini pernah membuatnya lebih takjub.

Sambil mengenal masyarakat Korsel secara bertahap, dia mengalihkan perhatiannya pada makanan. Dia memiliki sedikit kesempatan untuk memasak di Korut, tapi berkat keturunan dari ibu dan nenek yang terampil memasak, dia berhasil menjalankan sebuah restoran di Korea Selatan yang dia tidak dikenal. Pertama, Park menjual soondae atau sosis Korea berisi berbagai bahan. Soondae khas Hamheung segera mendapat respons antusias dari para pelanggan. Berdasarkan hasil itu, dia mengambil tantangan lagi dengan membuka restoran dimana pelanggan dapat menikmati berbagai jenis makanan Korea Utara. Park sedang belajar di jurusan Studi Korea Utara di Korsel untuk mengkaji perbedaan budaya dari dua Korea. Dia untuk sementara menghentikan bisnis restoran karena dia sedang membuat tesis doktoralnya. Dengan menggunakan pengalaman 10 tahun dalam menjalankan restoran Korut, dia berencana akan mengembangkan makanan yang akan menyenangkan hati orang-orang baik di Korea Selatan maupun Korea Utara.