Sekretaris Senior Kepresidenan Urusan Strategi AS, Steve Bannon yang merupakan orang terdekat Presiden Donald Trump menyebut penarikan militer AS dari Korea Selatan sebagai kartu untuk bernegosiasi dengan Korea Utara.
Media massa AS hari Rabu (16/8/2017) waktu setempat melaporkan bahwa dalam wawancara dengan American Prospect, sebuah media online bersifat konservatif, Bannon mengatakan AS dapat mempertimbangkan penarikan militer AS dari Semenanjung Korea guna bernegosiasi dengan Cina untuk selanjutnya membekukan program pengembangan nuklir Korea Utara.
Bannon juga mengatakan tidak ada solusi militer atas isu Korea Utara, kecuali ada orang yang mampu memperlihatkan "rumus" bahwa tidak akan terjadi korban jiwa 10 juta warga Seoul, jika serangan berlangsung selama 30 menit dengan senjata umum.
Sehubungan dengan itu, New York Times-NYT menyebut pernyataan Bannon sangat menyimpang dari kebijakan AS yang telah dipertahankan puluhan tahun.
Di Korea, masyarakat memahami bahwan penarikan militer AS dimungkinkan hanya setelah perjanjian damai antara Korsel dan Korut ditandatangani sesudah Korut melaksanakan denuklirisasi. Menurut NYT, banyak warga Korsel yang menginginkan bahwa militer AS tetap berada di Korsel untuk mempertahankan keseimbangan kekuatan wilayah walaupun perjanjian perdamaian telah ditandatangani.
Ada banyak pakar tentang Semenanjung Korea mengkritik pernyataan Bannon.
Seorang mantan diplomat AS yang aktif di Institut Sejong di Korsel mengatakan dirinya sangat terkejut karena ada tokoh dari Gedung Putih memiliki ide seburuk itu. Menurutnya, usulan Bannon berarti AS lebih dulu menyerah kepada Korut.
Seorang peneliti di Yayasan Perdamaian Sasakawa Tokyo, Watanabe juga mengatakan jika militer AS mundur dari Semenanjung Korea, Jepang akan menghadapi risiko langsung dari Semenanjung Korea, sehingga Jepang akan membangun militer sendiri termasuk mengembangkan kekuatan nuklir.