Badan Audit dan Inspeksi Korea Selatan menyatakan bahwa efektivitas Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Wolseong 1 yang diputuskan untuk dibongkar pada Juni 2018 lalu dinilai terlalu rendah. 

Badan tersebut mengumumkan hasil audit dan inspeksi atas kelayakan keputusan untuk pembongkaran lebih awal PLTN Wolseong 1. PLTN Wolseong 1 adalah PLTN kedua di Korea Selatan yang dibongkar setelah PLTN Kori 1. 

Masa operasi yang direncanakan untuk 30 tahun telah selesai pada tanggal 20 November 2012 lalu, sehingga operasinya telah dihentikan. Namun, Komisi Keamanan dan Keselamatan Nuklir Korea Selatan (Nuclear Safety and Security Commission, NSSC) mengizinkan agar PLTN tersebut terus dioperasikan selama sepuluh tahun pada Februari 2015 lalu. 

Setelah pemerintahan Moon Jae-in diluncurkan, PLTN Wolseong 1 diputuskan untuk dibongkar sejalan dengan perubahan kebijakan energi.

Badan Audit dan Inspeksi Korea Selatan tidak mengeluarkan kelayakan terkait pembongkaran yang lebih awal tersebut, melainkan mengevaluasi efektivitas PLTN Wolseong 1. 

Dikatakan bahwa efektivitas PLTN Wolseong 1 dinilai terlalu rendah karena laba operasional dalam laporan tahun 2018 lalu yang diberikan kepada Perusahaan Tenaga Hidro dan Nuklir Korea Selatan (Korea Hydro & Nuclear Power, KHNP) dinilai berdasarkan harga satuan yang diramalkan KHNP, bukan harga jual tahun sebelumnya.

Selama ini, pembongkaran PLTN tersebut menimbulkan kontroversi di Korea Selatan karena ada kecurigaan manipulasi data-data dalam hal penilaian keekonomian PLTN Wolseong 1.

Namun, sulit untuk menerapkan pelanggaran terhadap direksi KHNP yang memutuskan pembongkaran tersebut lebih awal karena sulit untuk menilai tindakan tersebut berniat untuk merugikan KHNP. Di sisi lain, dua orang pejabat pemerintah yang menghapus dokumen-dokumen terkait akan dihukum.