Rencana Jepang untuk membuang air yang terkontaminasi zat radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Fukushima ke laut telah menimbulkan perdebatan dan pertentangan dari masysrakat global.

Koo Yun-cheol, Kepala Kantor Koordinasi Kebijakan Pemerintah Korea Selatan, pada tanggal 13 April mengkritik pembuangan air zat radioaktif ke laut oleh Jepang tersebut dengan mengatakan hal itu merupakan tindakan sepihak tanpa pemahaman dan perundingan dengan Korea Selatan sebagai negara terdekat, serta mengancam lingkungan dan keselamatan laut.

Pada bulan April lalu, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menyatakan pembentukan sebuah tim ahli internasional untuk memantau pembuangan air radioaktif ke laut tersebut.

Pada waktu yang sama, Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi menegaskan pentingnya partisipasi ahli dari Korea Selatan dalam tim ahli yang dibentuk.

Baru-baru ini, IAEA telah mengirimkan undangan untuk bergabung dalam tim IAEA kepada seorang ahli tenaga nuklir yang direkomendasikan pemerintah Korea Selatan, Dr. Kim Hong-seok, di  Institut Keamanan Nuklir Korea.

Dr. Kim adalah ahli di bidang analisis dan penilaian zat radioaktif. Dia saat ini bertugas sebagai wakil Korea Selatan untuk Komite Ilmiah PBB tentang Efek Radiasi Atom (UNSCEAR) dan sempat berpartisipasi dalam kasus 'kasur radon' di Korea Selatan pada tahun 2018 lalu.

Dalam undangannya, IAEA meminta Kim untuk memantau dan menyelidiki rencana Jepang untuk pembuangan air yang terkontaminasi zat radioaktif agar dapat dilaksanakan dengan aman dan transparan.

Meskipun rincian agenda tim tersebut belum diumumkan, namun diperkirakan pertemuan pertama tim ahli IAEA itu akan diadakan sebelum pembukaan Olimpiade Tokyo. 

Sehubungan dengan hal itu, salah seorang pejabat tinggi di Kantor Koordinasi Kebijakan Pemerintah Korea Selatan menyatakan pemerintah akan terus meminta verifikasi objektif dan nyata mengenai air yang terkontaminasi zat radioaktif tersebut.