70 tahun kemerdekaan, 30 tahun menuju masa depan
‘Jalan Bagi Kompromi
dan Kerja Sama’
Pencarian kebenaran fakta sejarah adalah kunci bagi perdamaian dan kemakmuran di Asia Timur.
Kondisi para korban 'wanita budak syahwat' untuk tentara Jepang mulai terbuka setelah mendiang nenek Kim Hak-sun yang juga menjadi korban memberikan kesaksian pada tanggal 14 Agustus 1991. Sejak pemerintah Jepang mengklaim diri pada bulan Juni tahun 1990 bahwa pasukan Jepang tidak terlibat masalah wanita budak syahwat, nenek Kim Hak-sun berpikir tidak bisa berdiam diri dan membuka pengalaman pribadinya yang mengerikan kepada dunia.
Nenek Kim Hak-sun memberikan kesaksian terbuka pada tanggal 14 Agustus tahun 1991
"Setelah membaca berita di surat kabar, saya putuskan dengan tegas. Itu salah. Ini saatnya mengoreksi semua. Mereka berbohong... Saya tidak tahu mengapa mereka berbohong."
Kesaksian nenek itu memberikan keberanian kepada para korban lainnya, sehingga nenek-nenek lainnya juga mulai turut membuka luka hati dan penderitaan terdalam mereka. Keberanian para nenek itu menjadi titik awal untuk memperbaiki sejarah yang tersembunyi.
Kesaksian di persidangan internasional terbuka untuk umum mengenai kompensasi pasca perang dari Jepang yang digelar di Tokyo, Jepang, pada bulan Desember tahun 1992
Kang Soon-ae(Korea Selatan)
"Mereka bilang sama sekali tidak menyeret kami secara paksa...aduh... komentar itu membuat saya marah sampai tidak bisa tidur. Saya akan berbicara kepada masyarakat dunia sebelum saya meninggal...."
Kim Yong-sil(Korea Utara)
"Saya kira mereka harus secara tegas meminta maaf dan memberi kompensasi."
Jan Ruff O'Herne(Australia)
"Berkat agama, saya bisa bertahan atas tindakan kejam dan brutal orang Jepang.
Rosa Henson(Filipina)
"Ketika ada 20 tentara Jepang sehari memerkosa aku, aku yang masih kecil menjerit karena terlalu menyakitkan."