Film ini mengisahkan seorang supir taksi, Kim Man-seob yang hidup berdua bersama putrinya, Eun-jeong. Sudah 4 bulan, Man-seob belum juga membayar uang sewa rumahnya.

Ketika sedang makan siang, Man-seob mendengar dari percakapan supir yang lain yaitu ia nanti akan dibayar 100ribu won untuk mengantarkan penumpang bule ke kota Gwangju.

Man-seob langsung mencari keberadaan bule itu dan mengantarnya ke Gwangju tanpa tahu bahwa ia sebenarnya membawa taksi ke tempat dimana pemberontakan Gwangju tengah terjadi.

Sementara bule itu adalah seorang reporter asal Jerman, bernama Jurgen Hinzpeter yang sedang bertugas di Jepang. Setelah mendengar kabar aksi protes di Gwangju, Peter langsung berangkat ke Korea untuk meliput peristiwa itu.

Perjalanan mereka ke Gwangju tidak semulus yang dipikirkan. Semua akses jalan ditutup dan diblokade oleh militer. Namun karena iming-iming akan diberi bayaran lebih, Man-seob pun mencari cara untuk mengantar reporter ini.

Akhirnya dengan susah payah, mereka bisa masuk ke kota Gwangju dan bertemu dengan segerombolan anak-anak kuliah yang akan demo. Salah satu mahasiswa itu bisa berbicara Bahasa Inggris dan menjelaskan bagaimana keadaan di Gwangju.

Man-seob pun mengalami dilema, disatu sisi ia ingin selamat dan kembali ke Seoul untuk bertemu putrinya, sementara di sisi lain ia tidak tega meninggalkan Peter dan lainnya di Gwangju yang terancam dibunuh karena telah menjadi buronan pemerintah. Man-seob mengurungkan niatnya untuk ke Seoul, dan bersama-sama ikut demonstrasi demi memperjuangkan demokrasi.