Sejumlah politisi Jepang terus melanjutkan protes keras di tengah serangkaian laporan media Jepang bahwa pemerintah Tokyo memutuskan menunda rekomendasi Tambang Sado, di mana warga Korea dipekerjakan secara paksa di masa penjajahan Jepang, sebagai situs Warisan Budaya Dunia UNESCO.

Sanae Takaichi, ketua investigasi urusan politik dari Partai Liberal Demokrat (LDP) Jepang menyatakan di hadapan parlemen pada hari Senin (24/01) bahwa akan sulit merekomendasikan Tambang Sado sebagai situs Warisan Budaya dunia dalam tahun ini. 

Dia menerangkan bahwa pendaftaran Tambang Sado akan semakin sulit karena mulai musim gugur tahun 2023, Korea Selatan kemungkinan besar akan bergabung dalam Komite Warisan Dunia UNESCO. 

Ketua Sanae mengkhawatirkan bahwa jika Tokyo mengajukan rekomendasi pendaftaran Tambang Sado dalam daftar Warisan Budaya Dunia pada 2023, maka skenario terburuk akan terjadi, sebagaimana Korea Selatan yang merupakan anggota Komite Warisan Dunia kemungkinan akan menolak pendaftaran tersebut. 

Dia melanjutkan bahwa jika rekomendasi itu ditangguhkan, maka juga akan sulit bagi dunia internasional untuk memahami putusan Mahkamah Agung Korea Selatan pada tahun 2018 tentang kompensasi bagi korban kerja paksa dan keberatan Jepang atas putusan pengadilan Daejeon tersebut yang memerintahkan penjualan aset perusahaan Jepang di Korea Selatan. 

Sebagai tanggapannya, Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi mengatakan proses pengkajian mengenai pendaftaran Tambang Sado ke dalam daftar situs Warisan Budaya Dunia pada tahun ini belum rampung. 

Dia menambahkan bahwa tidak terdapat pertimbangan diplomatik mengenai Korea Selatan di antara hal-hal yang sedang dipertimbangkan.  

Pada bulan Desember lalu, Jepang mengumumkan akan mengajukan rekomendasi Tambang Sado sebagai situs Warisan Budaya Dunia, namun tampak berniat untuk menunda upaya tersebut akibat penentangan dari Korea Selatan.