Pemerintah Korea Selatan menggelar pertemuan pada hari Kamis (23/04/20) untuk memeriksa masalah terkini yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri Korea Selatan, Chung Sye-kyun dan menetapkan kebijakan untuk menghapus aksi kejahatan seksual secara digital. 

Berdasarkan kebijakan tersebut, pemerintah Korea Selatan akan memperberat hukuman untuk segala bentuk aksi kejahatan seksual terhadap anak-anak dan remaja yang memiliki bukti foto maupun video.

Peraturan perlindungan anak-anak dan remaja yang sedang berlaku dianggap terlalu ringan karena mereka yang memiliki bukti-bukti tersebut hanya dapat dijatuhkan hukuman pidana di bawah satu tahun atau denda.

Selain itu, pemerintah Korea Selatan akan menghukum pelaku yang mempromosikan dan membeli bukti-bukti tersebut dan identitas penjual akan diumumkan kepada publik.

Pemerintah Korea Selatan juga menyediakan kebijakan untuk melindungi anak-anak dan remaja, selain menghukum pelaku "online grooming" atau yang dikenal sebagai kasus pelecehan seksual yang sekaligus menipu korban dengan seakan-akan telah menerima persetujuan dari sang korban.

Hukuman terhadap aksi kekerasan seksual, baik dengan maupun tanpa persetujuan, sebelumnya diterapkan kepada korban berusia 13 tahun ke bawah namun kini standar tersebut ditingkatkan menjadi 16 tahun ke bawah. Pemerkosaan terhadap anak muda dianggap sebagai aksi kriminal yang serius, meskipun seseorang hanya merencanakan dan tidak melakukannya dalam kenyataannya sekalipun, pelaku tetap dapat dihukum. 

Sementara itu, tanggung jawab pelaku usaha internet juga diperkuat. Mereka harus segera menghapus hasil video kejahatan seksual setelah ditemukan dan juga melengkapi perangkat teknis untuk penghapusan dan penyaringan.

Pemerintah Korea Selatan juga akan memberlakukan sistem penyitaan mandiri terhadap penghasilan dari aksi kejahatan seksual meskipun pengadilan belum mengambil keputusan apa pun.