Minat pembaca global terhadap sastra Korea Selatan meningkat tajam. Korean Literature Translation Institute (KLTI) pada Rabu (06/08) menyampaikan bahwa penjualan buku sastra Korea hasil terjemahan dan diterbitkan di pasar luar negeri pada tahun 2024 telah mencapai sekitar 1,2 juta eksemplar. Jumlah ini meningkat sekitar 130% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat penjualan sekitar 520 ribu eksemplar.
Sepanjang tahun 2024, rata-rata penjualan per judul buku mencapai 1.271 eksemplar, menandai angka tertinggi sejak KLTI mulai mencatat data tersebut. Sebanyak 45 judul terjual lebih dari 5.000 eksemplar, dan 24 di antaranya bahkan menembus angka 10 ribu eksemplar.
Melonjaknya penjualan buku ini dipicu oleh kemenangan Han Kang dalam Penghargaan Nobel Sastra. Melalui dukungan KLTI, 77 karya Han Kang diterbitkan kedalam 28 bahasa. Tahun lalu, 310 ribu eksemplar berhasil terjual.
Di sebagian besar negara, karya-karya Han Kang kembali mendapat sorotan dan mencatat peningkatan penjualan. Di Spanyol, langkah promosi dan pemasaran lanjutan juga dilakukan, seperti menerbitkan ulang buku-bukunya dengan menonjolkan statusnya sebagai peraih Nobel dan mendesain ulang sampulnya.
Lembaga tersebut memaparkan bahwa minat terhadap sastra Korea Selatan terus berkembang, terutama di Amerika Utara dan Eropa, seiring dengan meningkatnya jumlah pembaca dan keterlibatan aktif penerbit-penerbit ternama dunia dalam menerbitkan karya-karya sastra Korea Selatan.
Pemerintah Jepang kembali mengklaim kedaulatan atas Pulau Dokdo yang dikuasai Korea Selatan di Laut Timur dalam buku putih pertahanan tahunannya.
Dalam laporan yang dirilis pada Selasa (15/07), pemerintah Jepang menyebut pulau tersebut dengan nama Jepang, Takeshima dan menganggapnya sebagai bagian dari wilayah Jepang, bersama dengan Kepulauan Kuril yang saat ini dikendalikan oleh Rusia.
Dokumen tersebut menyatakan bahwa isu terkait Pulau Dokdo dan Kepulauan Kuril masih belum terselesaikan.
Jepang telah memasukkan klaim atas wilayah Pulau Dokdo dalam buku putih pertahanannya setiap tahun sejak 2005.
Meski demikian, Jepang menggambarkan Korea Selatan sebagai “negara tetangga penting” yang perlu diajak bekerja sama sebagai mitra dalam menghadapi berbagai tantangan di komunitas internasional.
Frasa ini pertama kali muncul dalam edisi buku putih pertahanan tahun lalu.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan melayangkan protes keras terhadap pemerintah Jepang atas klaim sepihak dan tidak berdasar kepemilikan pulau Dokdo. Tidak hanya itu, Jepang juga kembali membuka Pusat Pameran Kedaulatan Teritorial di Tokyo.
Dalam pernyataan juru bicara kementerian yang pada Jumat (18/04), protes keras dan desakan supaya pemerintah Jepang menutup pusat pameran segera disampaikan.
Kepala Biro Urusan Asia dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Kim Sang-hoon telah memanggil Pelaksana Tugas Duta Besar Jepang untuk Korea Selatan, Yoshiyasu Iseki ke kantor Kementerian Luar Negeri di Seoul pada Jumat sore untuk menyampaikan protes resmi.
Sejak 2018, pemerintah Seoul terus mendesak pemerintah Tokyo untuk menutup pusat pameran. Namun pihak Tokyo tetap kembali membuka fasilitas tersebut yang membuat Seoul menyampaikan penyesalan yang mendalam atas tindakan tersebut.
Ditambahkan pula bahwa pengulangan klaim sepihak terhadap pulau Dokdo, yang jelas merupakan wilayah kedaulatan Korea, sama sekali tidak memberikan kontribusi positif dalam pembangunan hubungan kedua negara yang berorientasi pada masa depan.
Pemerintah Korea Selatan dengan tegas memprotes tindakan Jepang yang terus mengulangi klaim kedaulatan yang tidak sah atas Pulau Dokdo, seperti gelaran acara "Hari Takeshima" di prefektur Shimane dan menghadirkan sejumlah pejabat senior pemerintah Tokyo dalam acara tersebut.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dalam sebuah pernyataan juru bicara yang dirilis pada hari Sabtu (22/02), sekali lagi mendesak tegas agar acara tersebut segera dihentikan.
Kementerian memprotes keras terhadap klaim berulang kedaulatan yang tidak adil oleh pemerintah Jepang atas Pulau Dokdo, yang jelas merupakan bagian integral dari wilayah Korea Selatan secara historis, geografis, dan di bawah hukum internasional.
Dilanjutkan, bahwa pemerintah Jepang harus segera berhenti membuat klaim yang tidak adil dan menghadapi sejarah dengan sikap yang rendah hati.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri di Seoul pada hari Sabtu lalu telah memanggil diplomat senior Jepang untuk memprotes pelaksanaan acara "Hari Takeshima" yang berlangsung pada hari yang sama.
Angkatan Laut Korea Selatan menyatakan pada hari Rabu (21/08) bahwa pihaknya menggelar latihan perlindungan Laut Timur untuk melindungi pulau Dokdo.
Latihan tersebut digelar sebanyak dua kali setiap tahun untuk menjalankan tugas dalam melindungi wilayah, masyarakat, dan kekayaan Korea Selatan.
Menurut AL, latihan kali ini menghadirkan kapal-kapal dari AL dan penjaga pantai yang digelar secara tertutup tanpa pendaratan korps marinir ke pulau Dokdo.
Latihan perlindungan pulau Dokdo yang telah dimulai untuk pertama kali pada tahun 1986, digelar secara rutin setiap tahun sejak tahun 2003 lalu, dan latihan kali ini adalah latihan kelima di bawah pemerintahan Yoon Suk Yeol.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan menyatakan bahwa Jepang melakukan protes atas gelaran latihan tersebut melalui saluran diplomasi.
Namun pemerintah tetap menyatakan bahwa pulau Dokdo merupakan wilayah Korea Selatan dari segi sejarah, geografis, dan hukum internasional, sehingga akan mengambil langkah tegas atas klaim Jepang yang tidak berdasar.
Buku pendidikan mental militer yang pernah menimbulkan kontroversi akibat catatan terhadap pulau Dokdo sebagai wilayah sengketa teritorial telah direvisi dalam 7 bulan.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan menyatakan pada hari Kamis (01/08) bahwa pihaknya telah memperbaiki seluruh proses revisi buku pendidikan mental militer termasuk kesalahan catatan terkait pulau Dokdo.
Terlebih dahulu, pihaknya mencabut catatan terhadap pulau Dokdo sebagai wilayah sengketa teritorial, serta menyebutkan bahwa Dokdo merupakan teritorial tersendiri dari Korea Selatan dan sengketa teritorial tidak akan terjadi di Dokdo.
Sebelas peta Semenanjung Korea yang tidak berisikan pulau Dokdo juga diperbaiki kembali sesuai pedoman peta nasional Korea Selatan yang dipublikasikan oleh Institut Informasi Geografis Nasional Korea Selatan melalui pemeriksaan oleh lembaga profesional seperti Yayasan Sejarah Asia Timur.
Hubungan kemitraan dengan Jepang juga direvisi, bahwa pemerintah Korea Selatan mengambil langkah tegas atas klaim kedaulatan pulau Dokdo secara sepihak dan tidak adil oleh sejumlah politikus Jepang. Termasuk informasi mengenai Korea Selatan dan Jepang yang memiliki tujuan untuk mengembangkan hubungan kerja sama dari segi keamanan demi perdamaian dan kestabilan di Asia Timur termasuk Semenanjung Korea.
Selain itu, bendera Korea Utara, istilah terkait Korea Utara, kesalahan angka terkait urutan PDB di Korea Selatan, konsep mengenai Garis Batas Utara (NLL), dan sejumlah istilah yang bermasalah turut diperbaiki sesuai dengan informasi terbaru.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan menjelaskan bahwa pihaknya menerima pemeriksaan dari para pakar, dan membahas secara mendalam untuk memperbaiki kesalahan yang ditemukan.
Pemerintah Jepang pada hari Kamis (06/06) mengumumkan bahwa pihaknya memprotes penyelidikan maritim di sekitar pulau Dokdo oleh kapal Korea Selatan.
Kementerian Luar Negeri Jepang menyatakan bahwa pihaknya menegaskan kapal penelitian sains Korea Selatan memasukkan benda ke dalam laut di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tanpa persetujuan sebelumnya dari Jepang.
Penyelidikan maritim tersebut dilakukan oleh kapal penelitian dari Badan Hidrografi dan Oseanografi Korea (KHOA).
Pemerintah Jepang yang mengklaim pulau Dokdo adalah pulau miliknya terus melakukan protes ketika Korea Selatan melakukan penelitian maritim di sekitar pulau tersebut.
Namun, Korea Selatan menolak klaim pemerintah Jepang tersebut karena penelitian maritim merupakan tindakan yang layak untuk dilakukan.
Seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan bahwa pulau Dokdo merupakan wilayah Korea Selatan dari segi sejarah, geografis, dan hukum internasional. Sehingga pihaknya tidak akan menerima klaim apapun terkait kedaulatan atas pulau Dokdo oleh Jepang.
Pejabat tersebut menambahkan bahwa pemerintah Korea Selatan tidak dapat menerima protes Jepang terhadap kegiatan penelitian yang dilakukan secara sah sesuai dengan undang-undang terkait. Sehingga pihaknya telah menolak klaim yang tidak adil oleh Jepang tersebut melalui saluran diplomasi.
Pemerintah Korea Selatan memprotes dan mendesak Jepang untuk menarik klaim sepihak kepemilikan Pulau Dokdo di dalam Buku Biru Jepang.
Pemerintah Korea Selatan menyatakan hari Selasa (16/4) bahwa pihaknya memprotes keras klaim berulang Jepang yang tidak berbasis akan Pulau Dokdo, yang telah dibuktikan sebagai wilayah Korea dari segi sejarah, geografis, dan hukum internasional.
Pemerintah menambahkan, bahwa klaim Jepang terhadap pulau Dokdo tidak akan berpengaruh pada kedaulatan Korea Selatan, dan pihaknya akan terus mengambil langkah tegas di masa depan.
Kementerian Luar Negeri Korea Selatan memanggil senior sekretaris Kedutaan Besar Jepang untuk Korea Selatan Taisuke Mibae untuk menyatakan protes.
Dalam Buku Biru 2024, pemerintah Jepang kembali mengklaim bahwa Pulau Dokdo adalah teritori Jepang dari segi sejarah dan hukum internasinoal.
Pemerintah Jepang juga menyatakan tidak akan menerima keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan terkait kompensasi perusahaan Jepang bagi korban kerja paksa warga Joseon di masa penjajahan Jepang.
Jumlah pengguna kapal feri untuk mengunjungi Pulau kecil Dokdo di wilayah Laut Timur Korea Selatan belakangan ini semakin meningkat, setelah sebelumnya pernah anjlok tajam akibat pandemi COVID-19.
Menurut Otoritas Keselamatan Transportasi Maritim Korea pada Hari Dokdo yang jatuh pada hari Rabu (25/010) ini, tercatat sebanyak 278.710 pengunjung telah melakukan perjalanan ke Pulau Dokdo dengan kapal feri pada tahun 2022.
Angka tersebut menunjukkan peningkatan tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, dan lebih besar dari tingkat sebelum merebaknya pandemi, saat tercatat 259.602 orang pada tahun 2019 lalu.
Demikian, jumlah pengunjung meningkat pesat setelah menurun akibat pandemi COVID-19, sebagaimana sejauh ini 203 ribu pengunjung telah melakukan perjalanan ke pulau itu, dalam periode Januari hingga bulan September lalu. Bahkan jumlah pengunjung diperkirakan akan mencapai 250 ribu pada akhir Desember mendatang.
Peningkatan angka serupa berpotensi akan dilanjutkan pada tahun depan, karena perusahaan kapal feri lokal berencana untuk meluncurkan kapal berkecepatan tinggi berbobot 500 ton antara Pulau Ulleung dan pulau Dokdo pada pertengahan Maret tahun depan, dengan dua kali perjalanan dalam sehari.
Tahun lalu, jumlah operasi kapal feri antara Pulau Ulleung dan Dokdo sebanyak 777 di empat rute, setelah turun sebanyak 284 pada tahun 2020 sebelum kembali meningkat menjadi 408 pada tahun berikutnya dan kembali pulih ke tingkat sebelum pandemi tahun lalu.
Komite Urusan Luar Negeri dan Unifikasi Majelis Nasional mengadakan pertemuan sub-komite peninjauan RUU di Parlemen pada hari Senin (25/09) dan menyetujui kembali resolusi yang mengukuhkan kedaulatan Korea yang jelas atas pulau Dokdo, sekaligus mengutuk klaim palsu Jepang atas pulau tersebut dan fakta yang tidak benar dalam buku pelajaran sejarah.
Resolusi tersebut mengutuk keras pemerintah Jepang karena telah mendistorsi pulau Dokdo sebagai wilayahnya sendiri, menghindari tanggung jawab atas mobilisasi paksa selama masa penjajahan Jepang, dan juga menyetujui buku pelajaran sejarah di sekolah dasar yang berisi fakta-fakta yang menyimpang.
Pihaknya juga mendesak Tokyo untuk segera membatalkan persetujuan buku pelajaran yang dimaksud dan menarik klaim palsu atas pulau paling timur Korea itu dari dokumen resmi pemerintah, seperti Buku Biru Urusan Luar Negeri dan Buku Putih Pertahanan.
Sebelumnya, Komite Urusan Luar Negeri dan Unifikasi mengesahkan resolusi awal dengan persetujuan dari partai yang berkuasa dan partai oposisi dalam pertemuan sub-komite bulan Juni lalu, serta menyerukan perlunya untuk memasukkan kecaman terhadap fakta yang menyimpang pada buku pelajaran Jepang dan dokumen resmi pemerintah Jepang.
Resolusi terbaru diusulkan oleh anggota parlemen dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, yaitu Kim Seok-ki, dan anggota parlemen dari Partai Demokratik Korea, Kim Sang-hee.