Odonge
Burung bonghwang (봉황) adalah burung mitos yang dipercaya hanya muncul pada masa kejayaan sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja yang bijaksana. Karena kepercayaan itulah, lambang burung bonghwang sekarang digunakan sebagai simbol resmi presiden Korea Selatan. Burung bonghwang konon hanya bersarang di pohon paulownia dan memakan buah bambu. Dahulu para cendekiawan Korea menanam pohon ini di sekitar rumah mereka dengan harapan burung bonghwang akan singgah dan raja yang arif akan datang.
Namun demikian, harapan itu sering kali berbalik menjadi lamunan tentang orang jauh yang dirindukan. Hujan rintik-rintik yang jatuh di atas daun pohon paulownia menambah kesunyian seperti dalam puisi sijo yang ditulis cendekiawan masa lalu. Puisi-puisi sijo menggambarkan kesedihan hingga tetesan hujan terasa seperti air mata. Kadang-kadang penyesalan telah menanam pohon paulownia muncul dan mereka ingin mengganti dengan tanaman lain di halaman rumah mereka. Kisah inilah yang menjadi latar dari lagu Odonge (오동에) atau Di Pohon Paulownia yang liriknya diambil dari puisi sijo itu.
Yeominrak
Raja Sejong adalah raja agung dari Kerajaan Joseon yang terkenal bukan hanya karena menciptakan huruf Hangeul (한글), tetapi juga karena jasanya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di bawah pemerintahannya lahir berbagai teknologi modern, seperti alat ukur curah hujan, jam matahari yang menunjukkan waktu sekaligus penanggalan, serta jam otomatis yang dapat membunyikan lonceng otomatis sesuai jadwal. Raja Sejong juga membuat kebijakan untuk membebaskan rakyat jelata yang secara tidak adil dijadikan budak. Selain itu, Raja Sejong juga memiliki pemahaman musik yang mendalam, bahkan berani mengkritik dominasi musik Tiongkok pada upacara istana dan mendorong pengembangan musik Korea pada masa itu.
Pada masa pemerintahan Raja Sejong salah satu instrumen penting dalam upacara istana adalah pyeongyeon (편경), alat musik dari batu giok yang biasanya diimpor dari Tiongkok. Setelah batu giok berkualitas tinggi ditemukan di Namyang, Raja Sejong memerintahkan pembuatan alat musik itu dengan batu giok asli Korea. Ketika bunyi alat musik baru itu sedikit meleset, Raja Sejong langsung memerintahkan untuk memperbaikinya. Ini menunjukkan bahwa Raja Sejong memiliki kepekaan pendengaran yang luar biasa yang melebihi para ahli musik istana pada saat itu. Dengan kemampuan absolut ini, Raja Sejong telah menciptakan banyak lagu istana, seperti Botaepyeong (보태평), Jeongdaeeop (정대업), dan Yeominrak (여민락) yang masih dimainkan dalam upacara kerajaan hingga sekarang.
Surijae
Lagu berjudul Surijae (수리재) adalah karya musik instrumental solo yang dimainkan dengan alat musik geomungo yang diciptakan oleh pemain sekaligus maestro geomungo, Jeong Daeseok, pada tahun 1984. Karya musik ini terinspirasi dari sahabatnya, Kim Gyuhyeon, yang merupakan seorang ahli kajian Tibet dan seniman lukis cetak kayu. Kim tinggal di sebuah rumah jerami dua lantai yang ia bangun sendiri di tepi sungai di Kota Hongcheon, Provinsi Gangwon. Ia menamai rumahnya Surijae. Nama rumah itulah yang kemudian diabadikan Jeong sebagai judul lagunya.
Lagu ini terdiri dari tiga bagian, yaitu jeonggyeong(정경), heungchwi (흥취), dan dahyang (다향) yang menggambarkan suasana rumah jerami itu. Dalam liriknya digambarkan ada sebuah pohon labu yang menjulur menutupi atap, cerobong asap yang mengepul saat menanak nasi, hingga perahu yang bersandar di tepi sungai. Lagu ini juga memotret kegiatan penghuninya yang merebus teh dan melukis. Gambaran ini menciptakan kesan harmonis antara manusia dan alam. Melalui alat musik geomungo, Jeong Daeseok menghadirkan potret kehidupan sederhana, tetapi penuh keindahan yang berpadu dengan nuansa alam pedesaan Korea.