PM Jepang, Shinzo Abe manyampaikan pidato di sidang umum PBB ke-69. Meski berpidato 32 menit yang melebihi 20 menit waktu yang diminta, dia lebih banyak menyampaikan keinginan Jepang untuk menjadi negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Abe mengutarakan Jepang ingin menjadi negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB pada tahun depan saat peringatan 70 tahun berdirinya PBB dengan memperlihatkan sumbangan Jepang hingga kini dalam mengembangkan PBB. Selain itu, dirinya menyatakan Jepang akan meningkatkan dukungan bagi Afrika, dengan dukungan kucuran dana 40 juta dolar Amerika untuk mencegah penyebaran virus Ebola, diluar dana bantuan hingga saat ini sebesar 5 juta dolar Amerika.
Selama berlangsungnya sidang umum PBB, PM Abe bertemu dengan pemimpin negara anggota Organisasi Kesatuan Afrika (OAU). Untuk membuat Jepang masuk ke dalam negara anggota DK PBB, Piagam PBB juga harus direvisi. Untuk itu, dibutuhkan kesepakatan dari dua per tiga negara anggota PBB. Pertemuannya dengan pemimpin negara Afrika ditafsirkan sebagai keinginan Jepang menjadikan negara-negara Afrika sebagai pendukungnya.
Namun, PM Abe sama sekali tidak menyinggung isu diplomatik yang terasa sensitif seperti wanita penghibur paksa bagi tentara Jepang.
Presiden Park Geun-hye menyinggung soal wanita penghibur paksa secara tidak langsung dengan mengatakan 'pelecehan seksual saat pecah perang' yang mempertimbangkan kemungkinan pulihnya hubungan dengan Jepang. Namun, Abe sama sekali tidak menyebut soal tersebut. Dia hanya mengatakan Jepang akan bekerja sama dengan negara-negara terkait untuk memecahkan masalah penculikan warga Jepang dan masalah nuklir Korea Utara.
Baru-baru ini, mantan PM Jepang Yoshiro Mori menyampaikan surat dari PM Abe yang ingin mengadakan pertemuan tingkat tinggi antara Korea Selatan dan Jepang, dan tampaknya membangun suasana kompromi diantara kedua negara. Apalagi, Abe terus mengatakan ingin bertemu pemimpin Korea Selatan dan Cina selama masa sidang umum PBB. Namun, kemungkinan pertemuan tingkat tinggi antara Korea Selatan dan Jepang belum dapat dipastikan dengan tidak disentuhnya isu tersebut dalam upaya diplomasi Abe.
Pada hari Jumat pagi tgl.26 September, Menteri Luar Negeri Korea Selatan dan Jepang mengadakan pertemuan bilateral di New York untuk membahas pelaksanaan pertemuan tingkat tinggi antara kedua negara, namun tidak membuahkan hasil yang baik. Dalam pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida kembali menyatakan keinginan Jepang soal membuka pertemuan puncak kedua negara. Namun, Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Yoon Byung-se, menjawab upaya penuh kesungguhan dari Jepang untuk mengobati luka sejarah di masa lalu termasuk masalah korban wanita perbudakan syahwat haruslah diprioritaskan sebelum melakukan pertemuan puncak.