Pemerintah dan Partai Saenuri menyiapkan langkah untuk meningkatkan tingkat vaksinasi penyakit kuku dan mulut sampai 100% dari sebelumnya 70% di saat ini. Untuk itu, pihaknya akan menguatkan sanksi bagi rumah peternak yang tidak melakukan vaksinasi. Hal tersebut disiapkan karena mereka berpikir tingkat vaksinasi akan meningkat berdasarkan kesadaran rumah peternak.
Jika rumah peternak tidak melakukan vaksinasi pada hewan-hewan ternaknya, mereka harus membayar denda sesuai jumlah pelanggaran vaksinasi hingga mencapai 10 juta won, dari sebelumnya 500 ribu won pada pelanggaran pertama, 2 juta won pada pelanggaran kedua, dan 5 juta won pada pelanggaran ketiga.
Ketika muncul penyakit kuku dan mulut akibat tidak dilaksanakannya vaksinasi, pemerintah akan mengurangi uang kompensasi lebih dari 40% yang diberikan atas pemusnahan hewan, serta akan mengurangi uang kompensasi sebesar lebih 80% ketika rumah penernak tidak menyemprotkan disinfektan, menunda laporan, tidak melakukan wajib disinfektan. Selain itu, pihaknya akan mencabut bantuan obat-obatan untuk hewan atau dana bantuan kepada rumah peternak yang tidak melakukan vaksinasi.
Pemerintah dan Saenuri juga menyiapkan sistem peringatan awal agar laporan terjangkitnya penyakit kuku dan mulut dapat cepat diberikan, serta menyediakan langkah untuk meningkatkan rasio pembentukan antibodi bagi penyakit kuku dan mulut melalui vaksinasi.
Partai Saenuri meminta pemerintah agar mengembangkan vaksinasi. Namun, Pemerintah dan Saenuri menunda sejumlah langkah seperti pengurangan biaya vaksinasi sebesar 50% atau peningkatan uang kompensasi, karena langkah-langkah tersebut dianggap tidak bermanfaat untuk meningkatkan tingkat vaksinasi, justru melemahkan rasa tanggung jawab rumah peternak.
Atas langkah ini, rumah peternak dan sejumlah pakar berpendapat segala tanggung jawab terjangkitnya penyakit kuku dan mulut dianggap sengaja dibebankan kepada rumah peternak. Sementara, ada yang mencurigai efektivitas vaksin yang diberikan saat ini.
Tingkat antibodi sapi terhadap penyakit kuku dan mulut cukup tinggi, sebesar 90%. Namun demikian, sapi yang sudah divaksinasi dan telah memiliki antibodi juga bisa mengalami penyakit kuku dan mulut. Karenanya, kecurigaan atas efektivitas vaksin tersebut semakin tinggi.
Sementara, lembaga penelitian Pirbright di bawah Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) mengeluarkan nilai negatif atas efektivitas vaksin yang digunakan di dalam negeri Korea Selatan. Menurut laporan yang diterbitkan lembaga tersebut pada bulan lalu, antara virus penyakit kuku dan mulut yang terjangkit di dalam negeri Korea Selatan pada bulan Juli dengan galur vaksinnya berbeda, menyebabkan vaksin itu sulit mencegah penyakit kuku dan mulut. Klaim tersebut tepat dengan kecurigaan pemilik rumah peternak, karena penyakit kuku dan mulut terus berjangkit walaupun rumah peternak tetap melakukan vaksinasi. Kontroversi efektivitas vaksin diperkirakan akan meningkat.