Demikianlah Nam Jae-hyun, yang bekerja sebagai perancang arsitektur selama 5 tahun. Pada tahun 2003, saat masih remaja, Nam melarikan diri dari Korea Utara bersama keluarganya. Setelah berada di China selama sekitar 2 tahun, dia masuk ke Korea Selatan tahun 2005. Sebelum masuk ke SMA di Korea Selatan, dia bertanya-tanya apa yang harus dipelajari. Karena keluarganya tinggal di pondok kumuh, dia selalu merindukan rumah yang hangat dan nyaman. Memori seperti inilah yang memotivasinya menjadi seorang arsitek.
Nam masuk ke jurusan arsitektur di sebuah sekolah menengah teknik dan dalam waktu luangnya, dia juga memperoleh beberapa surat izin (lisensi) nasional. Saat dia kembali mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi, guru SMAnya menasihatinya untuk mengumpulkan pengalaman praktis sebelum masuk kuliah. Mengikuti instruksi itu, dia mendapat pekerjaan di sebuah kantor desain arsitektur. Terus dia memilih untuk menghadapi tantangan baru dan mulai mempersiapkan ujian pendahuluan bagi arsitek bersertifikat. Setelah lulus ujian, Nam berencana memasuki perusahaan yang lebih besar daripada tempat bekerjanya sekarang.
Nam berharap suatu saat, para siswa arsitektur akan menyebut namanya sebagai arsitek favorit mereka atau yang mereka hormati. Sebagai perancang arsitektur dari Korea Utara, dia bermimpi dapat merancang kota-kota di bagian utara Semenanjung Korea pasca unifikasi. Dia juga ingin merancang sebuah landmark di kota asalnya, Chongjin, yang sebanding dengan Menara Namsan atau Lotte World Tower di Seoul.