Dalam sidang kabinet hari Selasa (13/04), pemerintah Jepang memutuskan untuk membuang air yang terkontaminasi dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke laut.
Sejalan dengan keputusan tersebut, setelah adanya konstruksi fasilitas terkait, air yang terkontaminasi radioaktif itu akan dibuang ke Samudra Pasifik mulai awal tahun 2023 mendatang. Diperkirakan pembuangan air tersebut dapat berlangsung selama 30 hingga 40 tahun.
Area tempat PLTN Fukushima, yang meledak pada tahun 2011 lalu akibat gempa bumi besar di Jepang, menampung air yang terkontaminasi zat radioaktif sebanyak 140 ton per hari.
Selama ini, air tersebut diolah dan disimpan ke dalam tangki, namun pemerintah Jepang memutuskan membuang air dari tangki tersebut karena volume tangki akan penuh menjelang musim gugur tahun depan.
Saat ini, air terkontaminasi yang ditampung mencapai 1,25 juta ton, namun apabila proses pembongkaran PLTN Fukusihma yang ditargetkan pada tahun 2051 mendatang dijalankan, maka jumlah air dengan tingkat kontaminasi tinggi akan lebih banyak dikeluarkan.
Para nelayan di Fukushima, lembaga sipil dan lingkungan memprotes keputusan tersebut.
China dan Korea Selatan menyatakan pihaknya tidak menerima keputusan pembuangan air yang dibuat tanpa konsultasi memadai tersebut. Oleh karena itu pihaknya akan meningkatkan kerja sama dengan dunia internasional.
Pada hari Selasa (13/04), pemerintah Korea Selatan menyatakan penyesalan atas keputusan pemerintah Jepang tersebut. Selain itu, pihaknya juga melakukan pembahasan mengenai langkah lanjutan terkait keputusan itu, mengajukan usulan terkait masalah keamanan hasil perikanan, kerja sama dengan lembaga internasional, dan lainnya.
Namun, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan dukungannya atas keputusan Jepang tersebut, dengan mengatakan bahwa pembuangan air yang terkontaminasi itu sesuai dengan standar keamanan internasional.