OngheyaApakah anda pernah mendengarkan nama seorang raja di era Joseon, Raja Yeongjo? Yeongjo menjalani kehidupannya sampai usia 82 tahun, dan menduduki tahta raja selama 52 tahun. Yeongjo adalah raja yang paling lama hidup diantara raja era Joseon. Ratu pertamanya meninggal dunia saat Raja Yeongjo berusia lebih 60 tahun, dan dia menikah kembali dalam usia 66 tahun dengan seorang wanita yang hanya berusia 15 tahun, dan dia kemudian menjadi Ratu Jeongsun. Walaupun Ratu Jeongsun berusia muda, namun dia sangat bijaksana. Ketika pemilihan ratu, Raja Yeongjo bertanya kepada calon-calon ratunya, yaitu bukit apa yang paling tinggi di dunia. Menurut Ratu Jeongsun, bukit jelai adalah bukit yang paling tinggi. Memang, di era ini, ada banyak yang sama sekali tidak tahu kata 'bukit jelai,' namun di masa lalu, kata itu sulit dikeluarkan jika tidak ada rasa simpati terhadap situasi kemiskinan. Barlei atau jelai di ladang masih hijau, namun hasil panen tahun lalu sudah habis. Karenanya, rakyat biasa mengambil akar rumput atau mengambil kulit pohon untuk dimakan. Pada waktu itu, banyak yang kehilangan nyawa akibat kekurangan gizi. Masa yang menyengsarakan rakyat disebut sebagai “bukit jelai”. Dari sisi itu, jawaban dari Ratu Jeongsun yang menganggap bukit jelai sebagai bukit yang paling tinggi dan susah diartikan dia mampu memahami kehidupan rakyat. Karenanya, dia dipilih sebagai ratu.
Nyanyian MerontokkanLagu yang tadi anda dengarkan berjudul 'Ongheya' adalah lagu kerja yang biasa dilantunkan oleh para petani saat memanen barlei di wilayah Provinsi Gyeongsang. Di era ini, pekerjaan serupa itu dilaksanakan oleh mesin, namun di masa lalu, para petani langsung memotong batang barlei, menjemurnya di halaman, serta memukulnya dengan alat 'Dorikkae' untuk mengambil biji barlei. Pekerjaan sepanjang hari itu sangat menyusahkan, dan juga ada orang-orang yang cedera saat bekerja. Untuk menyesuaikan pergerakan banyak orang, lagu ini dilantunkan. Sebenarnya, lagu 'Ongheya' memiliki bagian reff yang dilantunkan secara berulang kali yaitu 'Ongheya' dengan irama lambat. Namun, setelah lagu itu dilantunkan oleh penyanyi profesional, kecepatan lagu menjadi cepat dan berubah menjadi lagu rakyat yang berirama riang gembira. Karenanya, banyak musisi muda di era ini menyadur kembali irama lagu itu sesuai dengan nuansa modern.
Seruling BarleiBarusan anda mendengarkan nyanyian merontokkan barlei di Jejudo. Biasanya, barlei dipanen di musim semi. Menjelang barlei semakin tua, anak-anak bermain dengan batang barlei dengan mengubahnya menjadi seruling, atau kadang-kadang membakar barlei untuk dimakan. Walaupun waktu saat “bukit jelai” sangat susah dinikmati, namun kampung halaman yang penuh dengan kenang-kenangan indah selalu dirindukan.