Jepang diketahui telah merekomendasikan tambang Sado yang kontroversial untuk masuk dalam daftar Situes Warisan Dunia UNESCO, dengan tidak menyebutkan sejarah kelamnya sebagai tempat kerja paksa bagi warga Korea semasa penjajahan Jepang.
Pada wawancara bersama kantor berita Yonhap hari Senin (14/02), seorang pejabat pemerintah Jepang mengatakan, bahwa saat merekomendasikan tambang Sado, Tokyo menitikberatkan teknik manufaktur tambang dan sistem produksi tambang Sado yang beroperasi antara abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-19 sebagai kelayakannya masuk sebagai situs Warisan Dunia.
Tokyo memang tidak menguraikan secara pasti jangka waktu sejarah yang disebutkan dalam rekomendasi yang disampaikan ke UNESCO pada 1 Februari lalu. Namun, pernyataan pejabat tersebut tampaknya menyiratkan, bahwa aktivitas pemerintahan kolonial Jepang di Korea antara tahun 1910 dan 1945 tidak dicantumkan dalam penawaran tersebut.
Ketika ditanyakan apakah surat rekomendasi atau data terkait menyebutkan perihal orang Korea yang telah bekerja di tambang tersebut, pejabat itu menolak berkomentar, dengan mengatakan bahwa rekomendasi tersebut tidak terbuka untuk umum.
Sebelum kontroversi tambang Sado, Jepang juga pernah melakukan tindakan serupa dengan mengabaikan pengalaman korban warga Korea saat berupaya untuk mengamankan status Warisan Dunia UNESCO untuk situs-situs industri era Meiji, termasuk di antaranya adalah tempat kerja paksa Korea, seperti Galangan Kapal Nagasaki.
Adapun tempat-tempat ini telah terdaftar sebagai Warisan Dunia pada tahun 2015.
Seperti saat itu, kontroversi sejarah antara Korea Selatan dan Jepang diperkirakan tidak akan terelakkan, merespon keputusan Jepang baru-baru ini mendaftarkan tambang emas Sado dalam Situs Warisan Dunia UNESCO, yang kemungkinan akan diputuskan pada musim panas tahun depan.