Pemerintah Korea Selatan mengumumkan pada Senin (06/03) mengenai solusi untuk masalah kompensasi bagi korban kerja paksa warga Korea di masa penjajahan Jepang yang telah lama menjadi perdebatan, dan memutuskan untuk mengupayakan peningkatan hubungan bilateral dengan Jepang.
Pemerintah mengatakan bahwa 15 korban kerja paksa memenuhi syarat untuk mendapatkan kompensasi seperti yang diputuskan oleh pengadilan Korea Selatan pada 2018.
Berdasarkan rencana pemerintah Seoul terkini, kompensasi dibayarkan melalui sebuah yayasan di bawah Kementerian Keselamatan dan Administasi Publik Korea Selatan, dan bukan dibayarkan oleh dua perusahaan Jepang, Mitsubishi Heavy Industries dan Nippon Steel.
Sebelum rencana pemerintah tersebut diumumkan, sebuah kelompok sipil yang mewakili para korban kerja paksa di masa penjajahan Jepang menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian Luar Negeri di Seoul untuk memprotes keputusan pemerintah itu.
Sejumlah kelompok dukungan bagi para korban kerja paksa lainnya dilaporkan akan mengadakan konferensi pers untuk menuntut pencabutan rencana tersebut, dan seorang nenek bernama Yang Geum-duk yang merupakan salah satu korban perbudakan syahwat untuk Mitsubishi Heavy Industries juga berencana akan mendesak pemerintah Seoul untuk membatalkan rencana itu.
Mereka sejauh ini mengecam keras rencana pemerintah tersebut dan meminta permintaan maaf dan ganti rugi langsung dari pemerintah Jepang.
Oleh karena itu, protes terhadap rencana pemerintah Korea Selatan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut.