Sehubungan dengan pernyataan Wakil Direktur Pertama Komite Sentral Partai Buruh Korea Utara, Kim Yo-jong mengenai kemungkinan kunjungan Perdana Menteri Jepang ke Pyongyang, media Jepang melaporkan pada hari Jumat (16/02) bahwa pengumuman tersebut berniat untuk menggoyangkan kerja sama antara Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Jepang. 

Kantor Berita Kyodo Jepang mengatakan bahwa pernyataan Kim Yo-jong bukan pernyataan resmi Korea Utara, dan seorang pejabat pemerintah Jepang juga menunjukkan sikap yang berhati-hati karena perlu mencermati apa niat Korea Utara dibalik pernyataan Kim Yo-jong itu. 

Harian Sankei Shimbun juga menganalisis bahwa, Korea Utara tetap akan menerapkan kekuatan militer tanpa kebijakan damai dengan Korea Selatan. Sehingga sikap mereka terhadap Jepang berniat untuk memecahkan hubungan kerja sama antara Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. 

Sementara itu, Kim Yo-jong menyatakan bahwa tidak ada alasan bagi Korea Utara dan Jepang untuk saling menjauh apabila Jepang tidak menganggap masalah penculikan warganya oleh Korea Utara sebagai masalah besar dalam menjalin hubungan bilateral. Kim juga menyebut bukan hal yang mustahil suatu saat PM Kishida akan mengunjungi Pyongyang di kemudian hari. 

Pernyataan Kim dianggap sebagai reaksi terhadap pernyataan PM Kishida pada tanggal 9 Februari lalu, yang mengatakan bahwa perlu ada gebrakan untuk mengubah hubungan antara Korea Utara dan Jepang.   

Sementara itu pemerintah Jepang mengklaim bahwa 17 warga Jepang telah diculik oleh Korea Utara pada tahun 1970 dan 1980-an silam, dan diketahui masih ada 12 warga Jepang yang berada di Korea Utara. 

Namun, Korea Utara mengatakan diantara 12 orang Jepang tersebut, 8 orang telah meninggal dunia dan 4 orang lainnya sudah tidak tinggal Korea Utara, sehingga tidak ada masalah yang menghalangi kedua negara. 

Penculikan warga negara Jepang oleh Korea Utara diketahui masih menjadi isu penting di Jepang dan menjadi hambatan besar bagi hubungan bilateral.

[Photo : YONHAP News]