Korban dan kelompok advokasi pendukung korban kerja paksa masa penjajahan Jepang mengkritk keras langkah pemerintah Korea Selatan yang mempertimbangkan pembayaran dana kompensasi untuk korban tidak langsung dari pemerintah Jepang, melainkan melalui pihak ketiga.
Ketua Asosiasi Masyarakat Urusan Kerja Paksa oleh Jepang, Lee Guk-eon mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan menyepelekan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia sebagai isu pembayaran dana belaka.
Lee menambahkan, pembayaran dana kompensasi melalui pihak ketiga mengabaikan unsur sejarah dan akar permasalahan kasus ini, yang seharusnya tidak terkait isu pembayaran hutang, melainkan isu HAM. Permintaan maaf secara resmi oleh pihak terkait harus didahulukan sebelum proses kompensasi.
Lee juga mengatakan apabila pemberian kompensasi dilakukan oleh Perusahaan Korea Selatan, maka artinya pemerintah Korea mengakui tuntutan pemerintah Jepang yang menetapkan bahwa keputusan Mahkamah Agung Korea Selatan salah.
Salah satu korban kerja paksa, Yang Geum-deuk, seorang nenek berusia 94 tahun, menyatakan dirinya tidak akan menerima dana yang diberikan oleh Korea Selatan dan mengharapkan permintaan maaf langsung dari pihak Jepang. Menurutnya, tidak ada alasan bagi pemerintah Korea Selatan untuk merendahkan diri di hadapan pemerintah Jepang.
Kamis (12/01), Direktur Kementerian Luar Negeri Korea Selatan untuk Urusan Asia dan Pasifik , Seo Min-jeong mengumumkan rencana pembayaran dana kompensasi korban kerja paksa masa penjajahan Jepang tersebut dalam debat umum Majelis Nasional.
Korban dan kelompok advokasi pendukung korban tidak menghadiri debat umum dan meminta pemerintah untuk menghentikan diskusi yang mengatasnamakan para korban tersebut.